Senin, 30 Mei 2016

MAKALAH MODEL LESSON STUDY



MODEL LESSON STUDY

1.      Pengertian Dan Karakteristik
Lesson study merupakan suatu model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan prinsip-prinsip kolegalitas dan mutual learning untuk membangun learning community.
Lesson study bukan suatu metode pembelajaran atau suatu strategi pembelajaran, tetapi dalam kegiatan lesson study dapat memilih dan menerapkan berbagai metode/strategi pembelajaran yang sesuai dengan situasi, kondisi, dan permasalahan yang dihadapi pendidik.
Lesson study dapat merupakan suatu kegiatan pembelajaran dari sejumlah guru dan pakar pembelajaran yang mencakup 3 (tiga) tahap kegiatan, yaitu :
1.      perencanaan (planning),   
2.      implementasi (action)
3.      pembelajaran dan observasi serta refleksi (reflection) terhadap perencanaan dan implementasi pembelajaran tersebut, dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajaran.
Karakteristik lesson study merupakan salah satu upaya pembinaan untuk meningkatkan proses pembelajaran yang dilakukan oleh sekelompok guru secara kolaboratif dan berkesinambungan, dalam merencanakan, melaksanakan, mengobservasi dan melaporkan hasil pembelajaran, yang dapat mendorong terbentuknya sebuah komunitas belajar ( learning society ) yang secara konsisten dan sistematis melakukan perbaikan diri, baik pada tataran individual maupun manajerial.
Lesson study sebagai salah satu model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan pada prinsip-psrinsip kolegalitas dan mutual learning untuk membangun komunitas belajar.


2.      Kelebihan Dan Kekurangan
Kelebihan lesson study : dapat memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana siswa belajar dan guru mengajar; memperoleh hasil-hasil tertentu yang dapat dimanfaatkan oleh para guru lainnya, di luar peserta lesson study; meningkatkan pembelajaran secara sistematis melalui inkuiri kolaboratif.
Membangun sebuah pengetahuan pedagogis, dimana seorang guru dapat menimba pengetahuan dari guru lainnya adalah :
a.       mengurangi keterasingan guru (dari komunitasnya), khususnya dalam pembelajaran
b.      meningkatkan akuntabilitas kinerja guru
c.       membantu guru untuk mengobservasi dan mengkritisi pembelajarannya
d.      memperdalam pemahaman guru tentang materi pelajaran, cakupan dan urutan materi dalam kurikulum. 
e.       membantu guru memfokuskan bantuannya pada seluruh aktivitas belajar siswa.
f.       menciptakan terjadinya pertukaran pengetahuan para guru tentang pemahaman berpikir dan belajar siswa
g.      meningkatkan kolaborasi pada sesama guru

            Kekurangan lesson study : Beberapa Kekurangan Dalam Pelaksanaan Lesson Study :
a.       belum berawal dari permasalahan pembelajaran yang dialami siswa, dan masih berkutat pada bagaimana mengajarkan suatu materi ajar.
b.      belum berfokus pada pemecahan masalah pembelajaran atau penerapan ide pembelajaran yang mengacu pada pencapaian kompetensi pada aspek kognitif pada level tinggi dan aspek afektif.
c.       kelemahan dalam observasi dan refleksi.
d.      para observer banyak bicara antar observer yang mengganggu konsentrasi belajar siswa.
e.       kemampuan dan ketrampilan observer dalam mengamati aspek-aspek pada aktivitas belajar siswa (misalnya : konsentrasi, motivasi, kepuasan, interaksi belajar) masih perlu ditingkatkan.
f.       dalam kegiatan refleksi, kebanyakan observer menyampaikan kekurangan-kekurangan guru dan kurang menyampaikan bagaimana aktivitas siswa, dan tidak menyampaikan langkahlangkah berikutnya.

3.      Landasan Pemilihan
Pemilihan Landasn Pembelajaran Lesson Study : Setiap model pembelajaran yang dipilih dalam perencanaan pembelajaran mencerminkan urutan pembelajaran yang terjadi . Urutan pembelajaran model deduktif misalnya akan berbeda dengan urutan pembelajaran model induktif. Demikian juga dengan model- model pembelajaran yang lain. Pilihan model pembelajaran ini akan mewarnai penyusunan perangkat pembelajaran , terutama dalam penyusunan skenario pembelajaran dan penyusunan lembar kegiatan siswa.
 Dalam pelaksanaan lesson study penetapan model pembelajaran, terutama yang inovatif diharapkan mampu mengubah paradigma pembelajaran dari pola pembelajaran yang terpusat pada guru menjadi pola pembelajaran yang menekankan pada keterlibatan murid, baik dalam mengekplorasi gejala, memecahkan masalah maupun dalam proses pembangunan konsep, ecara kooperatif di dalam kelompok, maupun secara individu..
Ada Beberapa Landasan Pemilihan dalam mengimplementasikan lesson study di sekolah, yaitu:
  1. Membentuk kelompok lesson study dengan cara merekrut anggota kelompok dan menyusun komitmen bersama, menyusun jadwal pertemuan, dan menyepakati aturan kelompok
  2. Memfokuskan lesson study yaitu penentuan tema lesson study dengan memperhatikan:
a) kualitas aktual para siswa saat sekarang,
b) kualitas ideal para siswa yang diinginkan pada masa mendatang,
c) adanya kesenjangan antara kualitas ideal dan kualitas aktual para siswa yang menjadi sasaran lesson study.
  1. Merencanakan Pembelajaran, meliputi kegiatan:
a) analisis masalah,
b) menyusun perangkat pembelajaran, dan
c) membuat lembar observasi
  1. Melaksanakan Pembelajaran di kelas dan mengamatinya (observasi), dengan cara:
a) guru yang ditunjuk sebagai guru model mengimplementasikan RPP,
b) guru lain dan pakar sebaga observer dalam implementasi RPP,
c) Dokumentasi proses pembelajaran. Sebagai focus observasi pada aktivitas belajar siswa.
  1. Mendiskusikan dan menganalisis pembelajaran yang telah dilaksanakan. Pada tahap ini guru senior (fasilitator) atau kepala sekolah sebagai moderator yang memimpin jalannya diskusi. Acara diskusi sebagai berikut:
a. Refleksi dari guru model
b.Masukan observer/pengamat
c. Tanggapan balik dari guru pelaksana atas komentar atau masukan dari observer
d.                        Tanggapan dan saran dari ahli/pakar
  1. Merefleksikan pembelajaran dan merencanakan tahap selanjutnya. Pada tahap ini dilakukan refleksi terhadap kekurangan dalam implementasi RPP dan dilakukan perencanaan ulang berdasarkan kekurangan pada implementasi yang telah dilakukan.

4.      Langkah Pelaksanaan
Pada tahapan ini , terdapat dua kegiatan utama yaitu:
1.               Kegiatan pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan oleh salah seorang guru yang disepakati atau atas permintaan sendiri untuk mempraktikkan rpp yang telah disusun bersama, dan
2.               Kegiatan pengamatan atau observasi yang dilakukan oleh anggota atau komunitas lesson study yang lainnya (baca: guru, kepala sekolah, atau pengawas sekolah, atau undangan lainnya yang bertindak sebagai pengamat/observer).
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam tahapan pelaksanaan, diantaranya:
1.      guru melaksanakan pembelajaran sesuai dengan rpp yang telah disusun bersama.
  1. siswa diupayakan dapat menjalani proses pembelajaran dalam setting yang wajar dan natural, tidak dalam keadaan under pressure yang disebabkan adanya program lesson study.
  2. selama kegiatan pembelajaran berlangsung, pengamat tidak diperbolehkan mengganggu jalannya kegiatan pembelajaran dan mengganggu konsentrasi guru maupun siswa.
  3. pengamat melakukan pengamatan secara teliti terhadap interaksi siswa-siswa, siswa-bahan ajar, siswa-guru, siswa-lingkungan lainnya, dengan menggunakan instrumen pengamatan yang telah disiapkan sebelumnya dan disusun bersama-sama.
  4. pengamat harus dapat belajar dari pembelajaran yang berlangsung dan bukan untuk mengevalusi guru.
  5. pengamat dapat melakukan perekaman melalui video camera atau photo digital untuk keperluan dokumentasi dan bahan analisis lebih lanjut dan kegiatan perekaman tidak mengganggu jalannya proses pembelajaran.
  6. pengamat melakukan pencatatan tentang perilaku belajar siswa selama pembelajaran berlangsung, misalnya tentang komentar atau diskusi siswa dan diusahakan dapat mencantumkan nama siswa yang bersangkutan, terjadinya proses konstruksi pemahaman siswa melalui aktivitas belajar siswa. catatan dibuat berdasarkan pedoman dan urutan pengalaman belajar siswa yang tercantum dalam rpp.
5.      Tipe - Tipe Pembelajaran Lesson Study
a.      Tahap Perencanaan
Pada tahap ini dilakukan identifikasi masalah yang ada di kelas yang akan digunakan untuk kegiatan lesson study dan perencanaan alternatif pemecahannya.
Identifikasi masalah dalam rangka kegiatan lesson study dan perencanaan alternatif pemecahan masalah tersebut berkaitan dengan pokok bahasan (materi pelajaran) yang relevan dengan kelas dan jadwal pelajaran, karakteristik siswa dan suasana kelas, metode/pendekatan pembelajaran, media, alat peraga, dan evaluasi proses dan hasil belajar.
Dari hasil identifikasi tersebut didiskusikan (dalam kelompok lesson study) tentang pemilihan materi pembelajaran, pemilihan metode dan media yang sesuai dengan karakteristik siswa, serta jenis evaluasi yang akan digunakan.
Pada saat diskusi, akan muncul pendapat dan sumbang saran dari para guru dan pakar dalam kelompok tersebut untuk menetapkan pilihan yang akan diterapkan.
Pada tahap ini, pakar dapat mengemukakan hal-hal penting/baru yang perlu diketahui dan diterapkan oleh para guru, seperti pendekatan pembelajaran konstruktif, pendekatan pembelajaran yang memandirikan belajar siswa, pembelajaran kontekstual (CTL), pengembangan life skill, Realistic Mathematics Education, PAKEM, pemutakhiran materi ajar, atau lainnya yang dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam pemilihan tersebut.
Hal yang penting pula untuk didiskusikan adalah penyusunan lembar observasi, terutama penentuan aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam proses pembelajaran dan indikator-indikatornya, yang dilihat dari segi tingkah laku belajar siswa. Aspek-aspek proses pembelajaran dan indikator-indikator itu disusun berdasarkan perangkat pembelajaran yang dibuat serta kompetensi dasar yang ditetapkan untuk dimiliki siswa setelah mengikuti pembelajaran.

b.      Tahap Implementasi dan Observasi
Pada tahap ini seorang guru yang telah ditunjuk oleh kelompoknya mengimplementasikan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) di kelas. Pakar dan guru lain melakukan observasi dengan menggunakan lembar observasi yang telah dipersiapkan dan perangkat lain yang diperlukan.
Para observer ini mencatat hal-hal positif dan negatif dalam proses pembelajaran, khususnya tentang tingkah laku/belajar siswa. Selain itu dilakukan rekaman video (audio visual) yang mengclose-up kejadian-kejadian khusus kepada siswa atau kelompok siswa selama pelaksaan pembelajaran
Pada saat observasi, observer disarankan untuk melakukan beberapa hal berikut:
1. Mencatat komentar atau diskusi yang dilakukan siswa dan menuliskan nama atau posisi tempat duduk siswa.
2. Membuat catatan tentang situasi ketika siswa melakukan kerjasama atau memilih untuk tidak melakukan kerjasama.
3. Mencari contoh-contoh terjadinya proses konstruksi pemahaman melalui diskusi dan aktivitas belajar yang dilakukan siswa.
4. Mencatat variasi metode penyelesaian masalah dari siswa secara individual atau kelompok, termasuk strategi penyelesaian yang salah.

c.       Tahap Refleksi
Pada tahap ini, guru yang mengimplementasikan rencana pelaksaan pembelajaran diberi kesempatan untuk menyatakan kesan-kesannya selama melaksanakan pembelajaran, baik terhadap dirinya maupun terhadap siswa.
Selanjutnya observer (guru lain dan pakar) menyampaikan hasil analisis dan observasinya, terutama yang menyangkut kegiatan siswa selama kegiatan pembelajaran yang disertai dengan pemutaran video hasil rekaman pembelajaran.
Terakhir, guru yang melakukan implementasi tersebut memberikan tanggapan baik atas komentar para observer.
Hal yang penting pula dalam kegiatan refleksi ini adalah mempertimbangkan kembali rencana pelaksanaan pembelajaran yang telah disusun sebagai dasar untuk perbaikan rencana pelaksanaan pembelajaran berikutnya.
6.      Pencegahan Masalah Dalam Penerapan
Mengingat pentingnya Lesson Study sebagai Inovasi Pendidikan, maka perlu diupayakan usahan untuk mengatasi masalah-masalah yang telah diungkapkan di atas. Menurut Roger (1993), suatu inovasi akan diterima dengan cepat atau tidaknya bergantung kepada hal-hal berikut, yaitu :
a.       Keuntungan relatif, yaitu sejauh mana inovasi dianggap menguntungkan bagi penerimanya, dari segi-segi : ekonomi, faktor status sosial, kesenangan atau kepuasan.
b.      Kompatibel, yaitu tingkat kesesuian inovasi dengan nilai, pengalaman, dan kebutuhan penerima.
c.       Kompleksitas, yaitu tingkat kesukaran utuk memahami dan menggunakan inovasi bagi peneriman.
d.      Triabilitas, ialah dapat dicoba atau tidaknya suatu inovasi oleh penerima.
e.       Dapat diamati, ialah mudah tidaknya suatu hasil inovasi.
Sementara keputusan suatu inovasi itu akan diadaptasi atau tidaknya mengikuti 5 langkah, yaitu :
(1) pengetahuan tentang inovasi,
(2) bujukan dan imbauan,
(3) penetapan atau keputusan,
(4) penerapan, dan
(5) konfirmasi.

Berdasarkan asumsi teori tersebut, maka perlu ditinjau dari sudut pandang mana masalah-masalah yang terjadi dalam pelaksanaan Lesson Study sebagai inovasi pendidikan.
A.    Masalah Sumber Daya Manusia
Masalah sumberdaya manusia selalu menjadi hambatan dalam setiap usaha inovasi, baik cara pandang, prilaku, kebiasaan atau peresepsi tentang suatu inovasi. Oleh karena itu, dalam kasus pelaksanaa Lesson Study di Indonesia faktor inisiatif dari guru dan sekolah maapun dinas terkait masih kurang. Beberapa hal yang dapat dilakuakan adalah :
a.       Mengintensifkan kegiatan-kegiatan ilmiah untuk menyebarkan pengetahuan dan pengalaman pelaksanaan Lesson Study.
b.      Melibatkan guru-guru dalam kegiatan ilmiah tersebut.
c.       Mengembangkan model-model percontohan kegiatan Lesson Study.
d.      Meningkatkan partisipasi KKG dan MGMP dalam kegiatan Lesson Study bahkan dapat dijadikan sebagai pelaksana di lapangan.

B.     Masalah Sarana Dan Prasarana
Sarana yang digunakan dalam kegiatan Lesson Study tidak lah sulit untuk dicari. Hanya saja sulitnya mencari sekolah yang memiliki kelengkapan fasilitas yang dibutuhkan terutama di daerah. Biaya yang tidak kalah pentingnya adalah biaya operasional kegiatan yang sering menjadi kendala terutama jika kegiatan Lesson Study tidak berbasis proyek. Beberapa hal yang dapat dialakukan untuk memecahkannya adalah :
a.       Mengembangkan komitmen dinas pendidikan untuk mengalokasikan kegiatan Lesson Study
b.      Mengembangkan komitmen sekolah dalam mengalokasikan biaya operasinal bagi guru yang terlibat dalam Lesson Study
Pihak perguruan tinggi mengembangkan proyek-proyek Lesson Study untuk diajukan pada lembaga-lembaga pemerintah atau internasional.

C.     Masalah Kebijakan Teknis
Kebijakan pelaksanaan Lesson Study sudah direspon dengan baik oleh pemerintah pusat. Hanya saja, pelaksana program pendidikan tingkat daerah belum semuanya mengadaptasi Lesson Study sebagai sebuah inovasi.



CONTOH MAKALAH PEMBELAJARAN YANG BERPIJAK DARI TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK



PEMBELAJARAN YANG BERPIJAK DARI TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK
1.      Pengertian
Menurut teori behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu apabila ia mampu menunjukkan perubahan tingkah laku. Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon.
Menurut teori ini yang terpenting adalah masuk atau input yang berupa stimulus dan keluaran atau output yang berupa respon. Sedangkan apa yang terjadi di antara stimulus dan respon dianggap tidak penting diperhatikan karena tidak bisa diamati. Faktor lain yang juga dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan penguatan adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respon. Bila penguatan ditambahkan maka respon akan semakin kuat. Begitu juga bila penguatan dikurangi respon pun akan tetap dikuatkan.
Teori ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.
Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon (Slavin, 2000:143). Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada pebelajar, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan pebelajar terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut.
Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru dan apa yang diterima oleh pebelajar harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.
Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan. Bila penguatan ditambahkan maka respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon dikurangi/dihilangkan maka respon juga semakin kuat.
2.      Analisis Tentang Teori Behavioristik
Kaum behavioris menjelaskan bahwa belajar sebagai suatu proses perubahan tingkah laku dimana menjadi stimulus untuk merangsang pebelajar dalam berperilaku. Pendidik yang masih menggunakan kerangka behavioristik biasanya merencanakan kurikulum dengan menyusun isi pengetahuan menjadi bagian-bagian kecil yang ditandai dengan suatu keterampilan tertentu. Kemudian, bagian-bagian tersebut disusun secara hirarki, dari yang sederhana sampai yang komplek.
Pandangan teori behavioristik telah cukup lama dianut oleh para pendidik. Namun dari semua teori yang ada, teori Skinnerlah yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar behavioristik. Program-program pembelajaran seperti Teaching Machine, Pembelajaran berprogram, modul dan program-program pembelajaran lain yang berpijak pada konsep hubungan stimulus-respons serta mementingkan faktor-faktor penguat, merupakan program pembelajaran yang menerapkan teori belajar yang dikemukakan Skiner.
Teori behavioristik banyak dikritik karena seringkali tidak mampu menjelaskan situasi belajar yang kompleks, sebab banyak variabel atau hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan dan/atau belajar yang dapat diubah menjadi sekedar hubungan stimulus dan respon. Teori ini tidak mampu menjelaskan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam hubungan stimulus dan respon.
Pandangan behavioristik juga kurang dapat menjelaskan adanya variasi tingkat emosi pebelajar, walaupun mereka memiliki pengalaman penguatan yang sama. Pandangan ini tidak dapat menjelaskan mengapa dua anak yang mempunyai kemampuan dan pengalaman penguatan yang relatif sama, ternyata perilakunya terhadap suatu pelajaran berbeda, juga dalam memilih tugas sangat berbeda tingkat kesulitannya.
Pandangan behavioristik hanya mengakui adanya stimulus dan respon yang dapat diamati. Mereka tidak memperhatikan adanya pengaruh pikiran atau perasaan yang mempertemukan unsur-unsur yang diamati tersebut.
Teori behavioristik juga cenderung mengarahkan pebelajar untuk berfikir linier, konvergen, tidak kreatif dan tidak produktif. Pandangan teori ini bahwa belajar merupakan proses pembentukan atau shaping, yaitu membawa pebelajar menuju atau mencapai target tertentu, sehingga menjadikan peserta didik tidak bebas berkreasi dan berimajinasi. Padahal banyak faktor yang memengaruhi proses belajar, proses belajar tidak sekedar pembentukan atau shaping.
Skinner dan tokoh-tokoh lain pendukung teori behavioristik memang tidak menganjurkan digunakannya hukuman dalam kegiatan pembelajaran. Namun apa yang mereka sebut dengan penguat negatif (negative reinforcement) cenderung membatasi pebelajar untuk berpikir dan berimajinasi.
Menurut Guthrie hukuman memegang peranan penting dalam proses belajar. Namun ada beberapa alasan mengapa Skinner tidak sependapat dengan Guthrie, yaitu:
ü  Pengaruh hukuman terhadap perubahan tingkah laku sangat bersifat sementara;
ü  Dampak psikologis yang buruk mungkin akan terkondisi (menjadi bagian dari jiwa si terhukum) bila hukuman berlangsung lama;
ü  Hukuman yang mendorong si terhukum untuk mencari cara lain (meskipun salah dan buruk) agar ia terbebas dari hukuman. Dengan kata lain, hukuman dapat mendorong si terhukum melakukan hal-hal lain yang kadangkala lebih buruk daripada kesalahan yang diperbuatnya.
Skinner lebih percaya kepada apa yang disebut sebagai penguat negatif. Penguat negatif tidak sama dengan hukuman. Ketidaksamaannya terletak pada bila hukuman harus diberikan agar respon yang muncul berbeda dengan respon yang sudah ada, sedangkan penguat negatif harus dikurangi agar respon yang sama menjadi semakin kuat. Misalnya, seorang pebelajar perlu dihukum karena melakukan kesalahan. Jika pebelajar tersebut masih saja melakukan kesalahan, maka hukuman harus ditambahkan.
Tetapi jika sesuatu tidak mengenakkan pebelajar (sehingga ia melakukan kesalahan) dikurangi (bukan malah ditambah) dan pengurangan ini mendorong pebelajar untuk memperbaiki kesalahannya, maka inilah yang disebut penguatan negatif. Lawan dari penguatan negatif adalah penguatan positif. Keduanya bertujuan untuk memperkuat respon. Namun bedanya adalah penguat positif menambah, sedangkan penguat negatif adalah mengurangi agar memperkuat respons.
3.      Aplikasi Teori Behavioristik dalam Pembelajaran
Aliran psikologi belajar yang sangat besar pengaruhnya terhadap arah pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran hingga kini adalah aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode drill atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan reinforcement dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik pebelajar, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan berpijak pada teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan ke orang yang belajar atau pebelajar.
Fungsi mind atau pikiran adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan yag sudah ada melalui proses berpikir yang dapat dianalisis dan dipilah, sehingga makna yang dihasilkan dari proses berpikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan tersebut. Pebelajar diharapkan akan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar atau guru itulah yang harus dipahami oleh murid.
Demikian halnya dalam pembelajaran, pebelajar dianggap sebagai objek pasif yang selalu membutuhkan motivasi dan penguatan dari pendidik. Oleh karena itu, para pendidik mengembangkan kurikulum yang terstruktur dengan menggunakan standar-standar tertentu dalam proses pembelajaran yang harus dicapai oleh para pebelajar. Begitu juga dalam proses evaluasi belajar pebelajar diukur hanya pada hal-hal yang nyata dan dapat diamati sehingga hal-hal yang bersifat tidak teramati kurang dijangkau dalam proses evaluasi.
Implikasi dari teori behavioristik dalam proses pembelajaran dirasakan kurang memberikan ruang gerak yang bebas bagi pebelajar untuk berkreasi, bereksperimentasi dan mengembangkan kemampuannya sendiri. Karena sistem pembelajaran tersebut bersifat otomatis-mekanis dalam menghubungkan stimulus dan respon sehingga terkesan seperti kinerja mesin atau robot. Akibatnya pebelajar kurang mampu untuk berkembang sesuai dengan potensi yang ada pada diri mereka.
Karena teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan telah terstruktur rapi dan teratur, maka pebelajar atau orang yang belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan terlebih dulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat esensial dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin. Kegagalan atau ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum dan keberhasilan belajar atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas diberi hadiah. Demikian juga, ketaatan pada aturan dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar. Pebelajar atau peserta didik adalah objek yang berperilaku sesuai dengan aturan, sehingga kontrol belajar harus dipegang oleh sistem yang berada di luar diri pebelajar.
Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan pada penambahan pengetahuan, sedangkan belajar sebagi aktivitas yang menuntut pebelajar untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes. Penyajian isi atau materi pelajaran menekankan pada ketrampian yang terisolasi atau akumulasi fakta mengikuti urutan dari bagian ke keseluruhan. Pembelajaran mengikuti urutan kurikulum secara ketat, sehingga aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada buku teks/buku wajib dengan penekanan pada ketrampilan mengungkapkan kembali isi buku teks/buku wajib tersebut. Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil belajar.
Evaluasi menekankan pada respon pasif, ketrampilan secara terpisah, dan biasanya menggunakan paper and pencil test. Evaluasi hasil belajar menuntut jawaban yang benar. Maksudnya bila pebelajar menjawab secara “benar” sesuai dengan keinginan guru, hal ini menunjukkan bahwa pebelajar telah menyelesaikan tugas belajarnya. Evaluasi belajar dipandang sebagi bagian yang terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan biasanya dilakukan setelah selesai kegiatan pembelajaran. Teori ini menekankan evaluasi pada kemampuan pebelajar secara individual.
4.      Kelemahan dan kelebihan teori belajar
Teori behavioristik sering kali tidak mampu menjelaskan situasi belajar yang kompleks, sebab banyak variabel atau hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan dan atau belajar yang tidak dapat diubah menjadi sekedar hubungan stimulus dan respon. Teori ini tidak mampu menjelaskan alasan-alasan yang mengacaukan hubungan antara stimulus dan respon ini dan tidak dapat menjawab hal-hal yang menyebabkan terjadinya penyimpangan antara stimulus yang diberikan dengan responnya.
Namun kelebihan dari teori ini cenderung mengarahkan siswa untuk berfikir linier, konvergen, tidak kreatif dan tidak produktif. Pandangan teori ini bahwa belajar merupakan proses pembentukan atau shapping yaitu membawa siswa menuju atau mencapai target tertentu, sehingga menjadikan peserta didik untuk tidak bebas berkreasi dan berimajinasi.
5.      Aplikasi Dasar
Aplikasi teori ini dalam pembelajaran, bahwa kegiatan belajar ditekankan sebagai aktivitas yang menuntut siswa untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari. Penyajian materi pelajaran mengikuti urutan dari bagian-bagian ke keseluruhan. Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil, dan evaluasi menuntut satu jawaban benar. Jawabanyang benar menunjukkan bahwa siswa telah menyelesaikan tugas belajarnya.
6.      Teori-teori belajar psikologi behavioristik
Psikologi aliran behavioristik mulai mengalami pengembangan dengan lahirnya teori-teori tentang belajar dipelopori oleh Thorndike, Pavlov, Watson, dan Gunthrie. Mereka berpendapat bahwa tingkah laku manusia itu dikendalikakan oleh ganjaran atau penguatan dari lingkungan. Dengan demikian dalam tingkah laku belajar terdapat jalinan yang sangat erat antara reaksi-reaksi behavioral dengan stimulasintya.
Para guru sekolah yang menganut pandangan ini berpendapat bahwa tingkah laku murid-murid merupakan reaksi-reaksi terhadap lingkungan mereka pada masa lalu dan masa sekarang, dan bahwa semua tingkah laku adalah hasil belajar. Kita dapat menganalisa kejadian tingkah laku dengan jalan mempelajari latar belakang penguatan pada tingkah laku tersebut.
6.1.Connectism Theory
Teori belajar ini dikemukakan oleh Edward Thorndrik (1874-1949) yang kemudian berpengaruh pada pendidikan dan pengajaran di Amerika Serikat. Thorndike berpendapat bahwa belajar merupakan proses pembentukan koneksi-koneksi antara stimulus dan respon. Teori ini sering pula disebut individu yang belajar melakukan kegiatan melalui proses dalam rangka memilih respon yang tepat bagi stimulus tertentu. Ada beberapa hukum-hukum dalam teori menurut Thorndike dalam hasil penelitiannya, yaitu:
a.Law of Readiness : Hukum ini berpendapat bahwa reaksi terhadap stimulus didukung oleh kesiapan untuk bertindak atau bereaksi itu, maka reaksi menjadi memuaskan.
b.Law of Exercise : Hukum ini berpendapat bahwa makin banyak dipraktekan atau digunakannya hubungan stimulus atau respon, maka makin kuat hubungan itu. Praktek perlu disertai “reward”
c.Law of Effect : Hukum ini berpendapat, bilamana terjadi hubungan antara stimulus dan respon, dan dibarengi oleh “State of Affairs” yang memuaskan, maka hubungan itu akan menjadi lebih kuat. Bilamana hubungan dibarengi “State of Affairs” yang mengganggu, maka kekuatan hubungan menjadi kurang.
Ada beberapa ciri-ciri belajar dengan menggunakan “Trial and Error”, yaitu:
1.      ada motif pendorong aktifitas;
2.      Ada berbagai respon terhadap situasi;
3.      ada eliminasi respon-respon yag gagal atau salah ; dan
4.      ada kemajuan reaksi-reaksi mencapai tujuan.

6.2.Conditioning Theory
Teori ini dikemukakan dan dikembangkan pertama kali oleh John B. Watson di AS (1878-1958). Watson berpendapat bahwa belajar merupakan proses terjadinya refleks- refleks atau respon-respon bersyarat melalui stimulus penganti.
Menurut Watson, manusia dilahirkan dengan refleks dan reaksi-reaksi emosional berupa takut, cinta, dan marah. Semua tingkah laku lainya terbentuk oleh hubungan-hubungan stimulus dan respon yang baru melalui “conditioning”.
Salah satu percobaan yang terkenal adalah percobaan terhadap anak umur 11 tahun “Albert” dengan seekor tikus putih. Percobaan itu memiliki kesimpulan I bahwa rasa takut dapat timbul tanpa dipelajari dengan proses ekstinksi, dengan mengulang stimulus bersyarat tanpa dibarengi stimulus tak bersyarat.
7.      Teori-teori belajar Psikologi Kognitif
Psikologi kognitif mulai berkembang dengan lahirnya teori belajar “Gestalt”. Peletak dasar teori ini adalah Max Wertheimer (1880-1943) di Austria yang meneliti tentang pengaamatan dan problem solving. Sumbangan ini diikuti oleh Kurt Koffka (1886-1941) yang menguraikan secara terperinci tentang hukum-hukum pengamatan; kemudian Wolfgang Kohler (1887-1959) yang meneliti tentang “insight’ pada simpanse.
Kaum gestaltis berpendapat bahwa pengalaman itu berstruktur yang terbentuk dalam satu keseluuhan. Orang yang belajar, mengamati stimulus dalam keseluruhan yang terorganisir, bukan dalam bagian-bagian yang terpisah. Dalam situasi belajar, seseorang terlibat langsung dalam situasi itu dan memperoleh “Insight” untuk pemecahan masalah. Suatu konsep yang penting dalam psikologi gestalt adalah tentang “insight”, yaitu pengamatan atau pemahaman mendadak terhadap hubungan-hubungan antar bagian-bagian di dalam situasi pemasalahan
7.1. Teori belajar “Cognitif-field”
Teori ini dikembangkan oleh Kurt Lewin (1892-1947) dengan menaruh perhatian pada kepribadian dan psikologi sosial. Lewin memandang bahwa masing-masing individu berada di dalam suatu medan kekuatan, yang bersifat psikologis.
Lewin berpendapat bahwa tingkah laku merupakan hasil tindakan antar kekuatan-kekuatan, baik yang dari dalam diri individu seperti; tujuan, kebutuhan, tekanan kejiwaan maupun dari luar diri individu, seperti; tantangan dan permasalahan.
Menurut Lewin belajar berlangsung sebagai akibat dari perubahan dalam struktur kognitif yang dihasilkan dari dua macam kekuatan, satu dari strukrtur medan kognisi itu sendiri dan dari kebutuhan dan motivasi internal individu.
7.2.Teori belajar discovery learning
Teori ini dikemukakan oleh Jerome Bruner (1993) yang ditulisnya dalam sebuah buku yang berjudul “Process of Education”. Teori ini mempunyai dasar ide bahwa anak harus berperan secara aktif dalam belajar di kelas, dimana anak atau murid harus mampu mengorganisir bahan yang dipelajari dengan suatu bentuk akhir. Prosedur ini berbeda dengan “reception learning” atau “expository teaching”, dimana guru menerangkan semua bahan atau informasi itu.
Di dalam buku itu Bruner melaporkan suatu hasil dari konferensi diantara para ahli Science (ilmu pengetahuan alam. Dalam hal ini ia mengemukakan pendapat bahwa mata pelajaran dapat diajarkan secara efektif dalam bentuk intelektual yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak. Pada tingkat permulaan pengajaran hendaknya dapat diberikan melalui cara-cara yang bermakna, dan makin meningkat kea rah yang abstrak. Salah satu cara program pengajaran yang efektif menurut Bruner, ialah dengan mengkoordinasikan mode penyajian bahan dengan cara dimana anak itu dapat mempelajari bahan itu, yang sesuai dengan tingkat kemajuan anak.
Tingkat-tingkat kemajuan anak dimulai dari tingkat representasi sensory ke representasi concrit dan akhirnya ke tingkat representasi yang abstrak. Demikian juga dalam penyusunan kurikulum dari satu mata pelajaran, harus ditentukan oleh pengertian yang sangat fundamental bahwa hal itu dapat dicapai berdasarkan prinsip-prinsip yang memberikan struktur bagi mata pelajaran itu.
Maka dalam mengajar, murid harus mempelajari prinsip-prinsip itu sehingga terbentuklah suatu disiplin dalam diri mereka. Sebalaiknya, seorang guru juga harus mampu memberian kesempatan kepada muridnya untuk menjadi seorang problem solving, seorang scientis, historin ataupun ahli matematika. Biarlah murid-murid tersebut mencari dan menemukan arti bagi diri mereka sendiri sehingga pada akhirnya memungkinkan mereka utuk mempelajari konsep-konsep di dalam bahasa yang mudah di mengerti oleh mereka.
8.      Perbedaan Antara teori belajar Behaviouristik dengan teori belajar Kognitif
Dari beberapa penjelasan teori belajar di atas, baik dari aliran behaviouristik maupun dari aliran kognitif (gestalt), dapat kita tarik suatu perbedaan yang mendasar, yaitu dimana para ahli psikologi behaviouristik lebih menitikberatkan proses hubungan “Stimulus-respon-reinforcment” sebagai bagian terpenting dalam belajar.
Pendapat tersebut di tentang oleh para ahli psikologi kognitif, menurut mereka tingkah laku atau belajar seseorang senantiasa didasari pada kondisi kognisi, yaitu tindakan mengenal atau memikirkan situasi dimana tingah laku itu terjadi. Jadi mereka berpandangan bahwa tingkah lakuseseorang bergantung pada “Insight” daripada “Trial and error” terhadap hubungan-hubungan yang ada di dalam suatu situasi. Orang yang belajar, menurut ahli kognitf lebih mengamati stimuli dalam keseluruhan yang terorganisir, bukan dalam bagian-bagian yag terpisah.
9.      Analisis Tentang Teori Behavioristik
Kaum behavioris menjelaskan bahwa belajar sebagai suatu proses perubahan tingkah laku dimana reinforcement dan punishment menjadi stimulus untuk merangsang siswa dalam berperilaku. Pendidik yang masih menggunakan kerangka behavioristik biasanya merencanakan kurikulum dengan menyusun isi pengetahuan menjadi bagian-bagian kecil yang ditandai dengan suatu keterampilan tertentu. Kemudian, bagian-bagian tersebut disusun secara hirarki, dari yang sederhana sampai yang komplek (Paul, 1997)
Pandangan teori behavioristik telah cukup lama dianut oleh para pendidik. Namun dari semua teori yang ada, teori Skinnerlah yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar behavioristik. Program-program pembelajaran seperti Teaching Machine, Pembelajaran berprogram, modul dan program-program pembelajaran lain yang berpijak pada konsep hubungan stimulus-respons serta mementingkan faktor-faktor penguat, merupakan program pembelajaran yang menerapkan teori belajar yang dikemukakan Skiner.
Teori behavioristik banyak dikritik karena seringkali tidak mampu menjelaskan situasi belajar yang kompleks, sebab banyak variabel atau hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan dan/atau belajar yang dapat diubah menjadi sekedar hubungan stimulus dan respon. Teori ini tidak mampu menjelaskan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam hubungan stimulus dan respon.
Pandangan behavioristik juga kurang dapat menjelaskan adanya variasi tingkat emosi siswa, walaupun mereka memiliki pengalaman penguatan yang sama. Pandangan ini tidak dapat menjelaskan mengapa dua anak yang mempunyai kemampuan dan pengalaman penguatan yang relatif sama, ternyata perilakunya terhadap suatu pelajaran berbeda, juga dalam memilih tugas sangat berbeda tingkat kesulitannya. Pandangan behavioristik hanya mengakui adanya stimulus dan respon yang dapat diamati. Mereka tidak memperhatikan adanya pengaruh pikiran atau perasaan yang mempertemukan unsur-unsur yang diamati tersebut.
Teori behavioristik juga cenderung mengarahkan siswa untuk berfikir linier, konvergen, tidak kreatif dan tidak produktif. Pandangan teori ini bahwa belajar merupakan proses pembentukan atau shaping, yaitu membawa siswa menuju atau mencapai target tertentu, sehingga menjadikan peserta didik untuk tidak bebas berkreasi dan berimajinasi. Padahal banyak faktor yang berpengaruh yang mempengaruhi proses belajar. Jadi teori belajar tidak sesederhana yang dilukiskan teori behavioristik.
Skinner dan tokoh-tokoh lain pendukung teori behavioristik memang tidak menganjurkan digunakannya hukuman dalam kegiatan pembelajaran. Namun apa yang mereka sebut dengan penguat negatif cenderung membatasi siswa untuk berpikir dan berimajinasi.
Menurut Guthrie hukuman memegang peranan penting dalam proses belajar. Namun ada beberapa alasan mengapa Skinner tidak sependapat dengan Guthrie, yaitu:

1) Pengaruh hukuman terhadap perubahan tingkah laku sangat bersifat sementara.
2) Dampak psikologis yang buruk mungkin akan terkondisi (menjadi bagian dari jiwa si terhukum) bila hukuman berlangsung lama.
3) Hukuman yang mendorong si terhukum untuk mencari cara lain (meskipun salah dan buruk) agar ia terbebas dari hukuman.

Dengan kata lain, hukuman dapat mendorong si terhukum melakukan hal-hal lain yang kadangkala lebih buruk daripada kesalahan yang diperbuatnya.
Skinner lebih percaya kepada apa yang disebut sebagai penguat negatif. Penguat negatif tidak sama dengan hukuman. Ketidaksamaannya terletak pada bila hukuman harus diberikan agar respon yang muncul berbeda dengan respon yang sudah ada, sedangkan penguat negative harus dikurangi agar respon yang sama menjadi semakin kuat. Misalnya, seorang siswa perlu dihukum karena melakukan kesalahan. Jika siswa tersebut masih saja melakukan kesalahan, maka hukuman harus ditambahkan.
Tetapi jika sesuatu tidak mengenakkan siswa (sehingga ia melakukan kesalahan) dikurangi (bukan malah ditambah) dan pengurangan ini mendorong siswa untuk memperbaiki kesalahannya, maka inilah yang disebut penguatan negatif. Lawan dari penguatan negatif adalah penguatan positif. Keduanya bertujuan untuk memperkuat respon.
Namun bedanya adalah penguat positif menambah, sedangkan penguat negatif adalah mengurangi agar memperkuat respons.

10.  Aplikasi Teori Behavioristik dalam Kegiatan Pembelajaran
Aliran psikologi belajar yang sangat besar mempengaruhi arah pengembangan teori dan praktek pendidikan dan pembelajaran hingga kini adalah aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode drill atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan reinforcement dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Istilah-istilah seperti hubungan stimulus respon, individu atau siswa pasif, perilaku sebagai hasil yang tampak, pembentukan perilaku dengan penataan kondisi secara ketat, reinforcement dan hukuman, ini semua merupakan unsur-unsur yang sangat penting dalam teori behavioristik. Teori ini hingga sekarang masih merajai praktek pembelajaran di Indonesia. Hal ini tampak dengan jelas pada penyelenggaraan pembelajaran dari tingkat yang paling dini, seperti kelompok bermain, Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah, bahkan sampai Perguruan Tinggi, pembentukan perilaku dengan cara pembiasaan disertai dengan reinforcement atau hukuman masih sering dilakukan.
Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik siswa, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan berpijak pada teori behvioristik memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan ke orang yang belajar atau siswa. Fungsi mind atau pikiran adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan yag sudah ada melalui proses berpikir yang dapat dianalisis dan dipilah, sehingga makna yang dihasilkan dari proses berpikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan tersebut.
Demikian halnya dalam proses belajar mengajar, siswa dianggap sebagai objek pasif yang selalu membutuhkan motivasi dan penguatan dari pendidik. Oleh karena itu, para pendidik mengembangkan kurikulum yang terstruktur dengan menggunakan standart-standart tertentu dalam proses pembelajaran yang harus dicapai oleh para siswa. Begitu juga dalam proses evaluasi belajar siswa diukur hanya pada hal-hal yang nyata dan dapat diamati sehingga hal-hal yang bersifat unobservable kurang dijangkau dalam proses evaluasi.
Implikasi dari teori behavioristik dalam proses pembelajaran dirasakan kurang memberikan ruang gerak yang bebas bagi siswa untuk berkreasi, bereksperimentasi dan mengembangkan kemampuannya sendiri. Karena sistem pembelajaran tersebut bersifat otomatis-mekanis dalam menghubungkan stimulus dan respon sehingga terkesan seperti kinerja mesin atau robot. Akibatnya siswa kurang mampu untuk berkembang sesuai dengan potensi yang ada pada diri mereka.
Karena teori behavioristik memandang bahwa sebagai pengetahuan telah terstruktur rapi dan teratur, maka siswa atau orang yang belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan terlebih dulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat esensial dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin. Kegagalan atau ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum dan keberhasilan belajar atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas diberi hadiah. Demikian juga, ketaatan pada aturan dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar. Siswa atau peserta didik adalah objek yang berperilaku sesuai dengan aturan, sehingga kontrol belajar harus dipegang oleh sistem yang berada di luar diri siswa.
Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan pada penambahan pengetahuan, sedangkan belajar sebagi aktivitas “mimetic”, yang menuntut siswa untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes. Penyajian isi atau materi pelajaran menekankan pada ketrampian yang terisolasi atau akumulasi fakta mengikuti urutan dari bagian ke keseluruhan. Pembelajaran mengikuti urutan kurikulum secara ketat, sehingga aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada buku teks/buku wajib dengan penekanan pada ketrampilan mengungkapkan kembali isi buku teks/buku wajib tersebut. Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil belajar.
Evaluasi menekankan pada respon pasif, ketrampilan secara terpisah, dan biasanya menggunakan paper and pencil test. Evaluasi hasil belajar menuntut jawaban yang benar. Maksudnya bila siswa menjawab secara “benar” sesuai dengan keinginan guru, hal ini menunjukkan bahwa siswa telah menyelesaikan tugas belajarnya. Evaluasi belajar dipandang sebagi bagian yang terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan biasanya dilakukan setelah selesai kegiatan pembelajaran. Teori ini menekankan evaluasi pada kemampuan siswa secara individual (Degeng, 2006).

11.  Teori-Teori Belajar
            Dalam teori behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon. Berikut adalah teori – teori belajar :
ü  Teori Belajar Menurut Watson
Watson mendefinisikan belajar sebagai proses interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus dapat diamati dan dapat diukur. Jadi walaupun dia mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar, namun dia menganggap faktor tersebut sebagai hal yang tidak perlu diperhitungkan karena tidak dapat diamati.
Watson adalah seorang behavioris murni, karena kajiannya tentang belajar disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain seperi Fisika atau Biologi yang sangat berorientasi pada pengalaman empirik semata, yaitu sejauh mana dapat diamati dan diukur.

ü  Teori Belajar Menurut Clark Hull
Clark Hull juga menggunakan variabel hubungan antara stimulus dan respon untuk menjelaskan pengertian belajar. Namun dia sangat terpengaruh oleh teori evolusi Charles Darwin. Bagi Hull, seperti halnya teori evolusi, semua fungsi tingkah laku bermanfaat terutama untuk menjaga agar organisme tetap bertahan hidup. Oleh sebab itu Hull mengatakan kebutuhan biologis dan pemuasan kebutuhan biologis adalah penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh kegiatan manusia, sehingga stimulus dalam belajarpun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun respon yang akan muncul mungkin dapat berwujud macam-macam. Penguatan tingkah laku juga masuk dalam teori ini, tetapi juga dikaitkan dengan kondisi biologis (Bell, Gredler, 1991).
ü  Teori Belajar Menurut Edwin Guthrie
Azas belajar Guthrie yang utama adalah hukum kontiguiti. Yaitu gabungan stimulus-stimulus yang disertai suatu gerakan, pada waktu timbul kembali cenderung akan diikuti oleh gerakan yang sama (Bell, Gredler, 1991). Guthrie juga menggunakan variabel hubungan stimulus dan respon untuk menjelaskan terjadinya proses belajar. Belajar terjadi karena gerakan terakhir yang dilakukan mengubah situasi stimulus sedangkan tidak ada respon lain yang dapat terjadi. Penguatan sekedar hanya melindungi hasil belajar yang baru agar tidak hilang dengan jalan mencegah perolehan respon yang baru.
Hubungan antara stimulus dan respon bersifat sementara, oleh karena dalam kegiatan belajar peserta didik perlu sesering mungkin diberi stimulus agar hubungan stimulus dan respon bersifat lebih kuat dan menetap. Guthrie juga percaya bahwa hukuman memegang peranan penting dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu mengubah tingkah laku seseorang. Saran utama dari teori ini adalah guru harus dapat mengasosiasi stimulus respon secara tepat. Pebelajar harus dibimbing melakukan apa yang harus dipelajari.
ü  Teori Belajar Menurut Skinner
Konsep-konsep yang dikemukanan Skinner tentang belajar lebih mengungguli konsep para tokoh sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep belajar secara sederhana, namun lebih komprehensif. Menurut Skinner hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi dengan lingkungannya, yang kemudian menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana yang dikemukakan oleh tokoh tokoh sebelumnya.
Menurutnya respon yang diterima seseorang tidak sesederhana itu, karena stimulus-stimulus yang diberikan akan saling berinteraksi dan interaksi antar stimulus itu akan memengaruhi respon yang dihasilkan. Respon yang diberikan ini memiliki konsekuensi-konsekuensi.
Konsekuensi-konsekuensi inilah yang nantinya memengaruhi munculnya perilaku. Oleh karena itu dalam memahami tingkah laku seseorang secara benar harus memahami hubungan antara stimulus yang satu dengan lainnya, serta memahami konsep yang mungkin dimunculkan dan berbagai konsekuensi yang mungkin timbul akibat respon tersebut.
Skinner juga mengemukakan bahwa dengan menggunakan perubahan-perubahan mental sebagai alat untuk menjelaskan tingkah laku hanya akan menambah rumitnya masalah. Sebab setiap alat yang digunakan perlu penjelasan lagi, demikian seterusnya.

KESIMPULAN
Berdasarkan pemaparan diatas, dapat disimpulkan bahwa belajar menurut teori Behavioristik merupakan perubahan tingkah laku sebagai akibatdari adanya interaksi antara stimulus dan respon. Sedangkan apa yang terjadi di antara stimulus dan respon dianggap tidak penting diperhatikan karena tidak bisa diamati. Faktor lain yang juga dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement) penguatan adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respon.
Demikianlah beberapa pandangan tentang teori behavioristik, dari pemaparan di atas dapat di ambil kesimpulan bahwa dalam teori behavioristik faktor lingkungan sangat penting perananya dalam proses pembelajaran, disamping itu teori ini juga mengutamakan mekanisme terbentuknya hasil belajar melalui prosedur stimulus respon.
Sebagai konsekuensi dari teori ini adalah para guru yang menggunakan paradigma behaviorisme akan menyusun bahan pelajaran dalam bentuk yang sudah siap, sehingga tujuan pembelajaran yang harus dikuasai siswa disampaikan secara utuh oleh guru.


DAFTAR PUSTAKA
http://id.wikipedia.org/wiki/Teori_Belajar_Behavioristik
http://fisika79.wordpress.com/2011/07/08/teori-belajar-behavioristik/
http://id.wikipedia.org/wiki/Teori_Belajar_Behavioristik
http://fuadmje.wordpress.com/2011/11/05/aplikasi-teori-behavioristik-dalam-proses-belajar-mengajar/
http://id.wikipedia.org/wiki/Teori_Belajar_Behavioristik#Aplikasi_Teori_Behavioristik_dalam_Pembelajaran