TEORI
BELAJAR MENURUT PANDANGAN HUMANISME DAN LANDASAN FILSOFILNYA
- Landasan Filosofis Belajar Humanisme
Aliran humanistik muncul pada tahun
1940-an sebagai reaksi ketidakpuasan terhadap pendekatan psikoanalisa dan
behavioristik. Sebagai sebuah aliran dalam psikologi, aliran ini boleh
dikatakan relatif masih muda, bahkan beberapa ahlinya masih hidup dan
terus-menerus mengeluarkan konsep yang relevan dengan bidang pengkajian
psikologi, yang sangat menekankan pentingnya kesadaran, aktualisasi diri, dan
hal-hal yang bersifat positif tentang manusia.
Pengertian humanistik yang beragam
membuat batasan-batasan aplikasinya dalam dunia pendidikan yang beragam pula.
Kriscenbaum menyatakan bahwa sekolah, kelas atau guru dapat dikatakan
humanistik dalam beberapa kriteria. Hal ini menunjukkan bahwa ada beberapa tipe
pendekatan humanistik dalam pendidikan. Teori humanistik menyatakan bahwa
bagian terpenting dalam proses pembelajaran adalah unsur manusianya. Humanistik
lebih melihat sisi perkembangan kepribadian manusia dibandingkan berfokus
pada “ketidaknormalan” atau “sakit”. Manusia akan mempunyai kemampuan
positif untuk menyembuhkan diri dari “sakit” tersebut, sehingga sisi positif
inilah yang ingin dikembangkan oleh teori humanistik
Teori belajar humanistik bertujuan
bahwa belajar adalah untuk memanusiakan manusia. Proses belajar dianggap
berhasil jika telah memahami lingkungan & dirinya sendiri. Teori belajar
berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang perilakunya bukan sudut
pandang pengamatnya. Teori belajar ini sifatnya lebih abstrak dan lebih
mendekati bidang ilmu filsafat, teori kepribadian dan psikoterapi dibanding
tentang psikologi belajar. Teori humanistik lebih mementingkan isi yang
dipelajari daripada proses belajar itu sendiri. Teori belajar ini lebih banyak
berbicara tentang konsep-konsep pendidikan untuk membentuk manusia yang
dicita-citakan serta tentang proes belajar dalam bentuknya yang paling ideal.
Selain teori behavioristik dan teori
kognitif, teori belajar humanistik juga penting untuk dipahami. Menurut teori
humanistik, proses belajar harus dimulai dan ditujukan untuk kepentingan
memanusiakan manusia itu sendiri. Oleh sebab itu, teori humanistik sifatnya
lebih abstrak dan lebih mendekati bidang kajian filsafat, teori kepribadian dan
psikoterapi dari pada bidang kajian psikologi belajar. Teori humanistik sangat
mementingkan isi yang dipelajari dari pada proses belajar itu sendiri. Teori
belajar ini lebih banyak berbicara tentang konsep-konsep pendidikan untuk
membentuk manusia yang dicita-citakan, serta tentang proses belajardalam
bentuknya yang paling ideal. Dengan kata lain, teori ini lebih tertarik pada
pemahaman tentang proses belajar sebagaimana apa adanya, seperti yang selama
ini dikaji oleh teori-teori belajar lainnya (Asri. 2005).
- Pengertian Teori Belajar Humanisme
Menurut Teori humanistik, tujuan
belajar adalah untuk memanusiakan manusia. Proses belajar dianggap berhasil
jika si pelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses
belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri
dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar
dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya.
Tujuan utama para pendidik adalah
membantu si siswa untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing
individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan
membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka. Para ahli
humanistik melihat adanya dua bagian pada proses belajar, ialah :
- Proses pemerolehan informasi baru,
- Personalia informasi ini pada individu.
Dalam pelaksanaannya, teori
humanistik ini antara lain tampak juga dalam pendekatan belajar yang
dikemukakan oleh Ausubel. Pandangannya tentang belajar bermakna ataua “Meaningful
Learning” yang juga tergolong dalam aliran kognitif ini, mengatakan bahwa
belajar merupakan asimilasi bermakna. Materi yang dipelajari diasimilasikan dan
dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Faktor motivasi
dan pengalaman emosional sangat penting dalam peristiwa belajar, sebab tanpa
motivasi dan keinginan dari pihak si belajar, maka tidak akan terjadi asimilasi
pengetahuan baru kedalam struktur kognitif yang telah dimilikinya. Teori
humanistik berpendapat bahwa teori belajar apapun dapat
dimanfaatkan, asal tujuannya untuk
memanusiakan manusia yaitu mencapai aktualisasi diri, pemahaman diri, serta
realisasi diri orang yang belajar secara optimal (Asri. 2005).
Pemahaman terhadap belajar yang
diidealkan menjadi teori humanistik dapat memanfaatkan teori belajar apapun
asal tujuannya untuk memanusiakan manusia. Hal ini menjadikan teori humanistik
bersifat sangat eklektik. Tidak dapat disangkal lagi bahwa setiap pendirian
atau pendekatan belajar tertentu akan ada kebaikan dan ada pula kelemahannya.
Dalam arti ini elektisisme bukanlah
suatu sistem dengan membiarkan unsur – unsur tersebut dalam keadaan sebagaimana
adaya atau aslinya. Teori humanistik akan memanfaatkan teori – teori apapun
asal tujannya tercapai yaitu memanusiakan manusia.
Manusia adalah makhluk yang
kompleks. Banyak ahli didalam menyusun teorinya hanya terpukau pada aspek
tertentu yang sedang menjadi pusat perhatiannya. Dengan pertimbangan –
pertimbangan tertentu setiap ahli melakukan penelitiannya dari sudut pandangnya
masing – masing dan menganggap bahwa keterangannya tentang bagaimana manusia
itu belajar adalah sebagai keterangan yang paling memadai.
Teori – Teori Belajar
Humanisme
Menurut teori humanistime, tujuan belajar adalah untuk
memanusiakan manusia. Proses belajar berhasil jika si pelajar telah memahami
lingkungannya dan dirinya sendiri.Teori ini berusaha memahami perilaku belajar
dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya. Tujuan
utama para pendidikan ialah membantu siswa untuk mengembangkan dirinya, yaitu
membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai
manusia yang unik dan membantu mewujudkan potensi yang ada pada dirinya.
Ciri-ciri Teori Humanisme
Pendekatan humanisme dalam
pendidikan menekankan pada perkembangan positif. Pendekatan yang berfokus pada
potensi manusia untuk mencari dan menemukan kemampuan yang mereka punya dan
mengembangkan kemampuan tersebut. Hal ini mencakup kemampuan interpersonal
sosial dan metode untuk pengembangan diri yang ditujukan untuk memperkaya diri,
menikmati keberadaan hidup dan juga masyarakat. Ketrampilan atau kemampuan
membangun diri secara positif ini menjadi sangat penting dalam pendidikan
karena keterkaitannya dengan keberhasilan akademik.
Dalam teori belajar humanistik,
belajar dianggap berhasil jika siswa memahami lingkungannya dan dirinya
sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu
mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha
memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut
pandang pengamatnya. Tujuan utama para pendidik adalah membantu si siswa untuk
mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal
diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan
potensi-potensi yang ada dalam diri mereka.
Ada salah satu ide penting dalam
teori belajar humanisme yaitu siswa harus mampu untuk mengarahkan dirinya
sendiri dalam kegiatan belajar mengajar, sehingga siswa mengetahui apa yang
dipelajarinya serta tahu seberapa besar siswa tersebut dapat memahaminya. Dan
juga siswa dapat mengetahui mana, kapan, dan bagaimana mereka akan belajar.
Dengan demikian maka siswa diharapkan mendapat manfaat dan kegunaan dari hasil
belajar bagi dirinya sendiri. Aliran humanisme memandang belajar sebagai sebuah
proses yang terjadi dalam individu yang meliputi bagian/domain yang ada yaitu
dapat meliputi domain kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Dengan
kata lain, pendekatan humanisme menekankan pentingnya emosi atau perasaan,
komunikasi terbuka, dan nilai-nilai yang dimiliki oleh setiap siswa. Untuk itu,
metode pembelajaran humanistik mengarah pada upaya untuk mengasah nilai-nilai
kemanusiaan siswa. Sehingga para pendidik/guru diharapkan dalam
pembelajaran lebih menekankan
nilai-nilai kerjasama, saling membantu, dan menguntungkan, kejujuran dan
kreativitas untuk diaplikasikan dalam proses pembelajaran sehingga menghasilkan
suatu proses pembelajaran yang diharapkan sesuai dengan tujuan dan hasil
belajar yang dicapai siswa.
Tokoh
– Tokoh Humanisme
Tokoh penting dalam teori belajar humanistime secara
teoritik antara lain adalah: Arthur W. Combs, Abraham Maslow dan Carl Rogers.
Salah satu tokoh penting dari Teori Humanistik ini ialah “ Arthur W. Combs “ (
1912-1999 ). Arthur bersama dengan Donald Snygg ( 1904-1967 ) mencurahkan
perhatian pada dunia pendidikan.
ü Arthur Combs (1912-1999)
Arthur Combs bersama dengan Donald
Syngg menyatakan bahwa belajar terjadi apabila mempunyai arti bagi individu
tersebut. Artinya bahwa dalam kegiatan pembelajaran guru tidak boleh memaksakan
materi yang tidak disukai oleh siswa. Sehingga siswa belajar sesuai dengan apa
yang diinginkan tanpa adanya paksaan sedikit pun. Sebenarnya hal tersebut
terjadi tak lain hanyalah dari ketidakmampuan seseorang untuk melakukan sesautu
yang tidak akan memberikan kepuasan bagi dirinya.
Sehingga guru harus lebih memahami
perilaku siswa dengan mencoba memahami dunia persepsi siswa tersebut sehingga
apabila ingin merubah perilakunya, guru harus berusaha merubah keyakinan atau
pandangan siswa yang ada. Perilaku internal membedakan seseorang dari yang
lain. Combs berpendapat bahwa banyak guru membuat kesalahan dengan berasumsi
bahwa siswa mau belajar apabila materi pelajarannya disusun dan disajikan
sebagaimana mestinya. Padahal arti tidaklah menyatu pada materi pelajaran itu.
Sehingga yang penting ialah bagaimana membawa diri siswa untuk memperoleh arti
bagi pribadinya dari materi pelajaran tersebut dan menghubungkannya dengan
kehidupannya.
ü Maslow
Teori Maslow didasarkan pada asumsi
bahwa di dalam diri individu ada dua hal : suatu usaha yang positif untuk
berkembang; kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan itu.
Maslow mengemukakan bahwa individu
berperilaku dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat hirarkis. Pada
diri masing-masing orang mempunyai berbagai perasaan takut seperti rasa takut
untuk berusaha atau berkembang, takut untuk mengambil kesempatan, takut
membahayakan apa yang sudah ia miliki dan sebagainya, tetapi di sisi lain
seseorang juga memiliki dorongan untuk lebih maju ke arah keutuhan, keunikan
diri, ke arah berfungsinya semua kemampuan, ke arah kepercayaan diri menghadapi
dunia luar dan pada saat itu juga ia dapat menerima diri sendiri.
Maslow membagi kebutuhan-kebutuhan
(needs) manusia menjadi tujuh hirarki. Bila seseorang telah dapat memenuhi
kebutuhan pertama, seperti kebutuhan fisiologis, barulah ia dapat menginginkan
kebutuhan yang terletak di atasnya, ialah kebutuhan mendapatkan ras aman dan
seterusnya. Hierarki kebutuhan manusia menurut Maslow ini mempunyai implikasi
yang penting yang harus diperharikan oleh guru pada waktu ia mengajar
anak-anak. Ia mengatakan bahwa perhatian dan motivasi belajar ini mungkin
berkembang kalau kebutuhan dasar si siswa belum terpenuhi.
ü Carl Roger
Seorang psikolog humanism yang menekankan perlunya sikap
salaing menghargai dan tanpa prasangka dalam membantu individu mengatasi
masalah-masalahkehidupannya.
Menurut Rogers yang terpenting dalam
proses pembelajaran huanisme adalah pentingnya guru memperhatikan prinsip
pendidikan dan pembelajaran, yaitu;
- Menjadi manusia berarti memiliki kekuatan yang wajar untuk belajar. Siswa tidak harus belajar tentang hal-hal yang tidak penting artinya.
- Siswa akan mempelajari hal-hal yang bermakna bagi dirinya. Pengorganisasian bahan pelajaran berarti mengorganisasian bahan dan ide baru sebagai bahan yang bermakna bagi siswa. Pengorganisasian bahan pengajaran berarti mengorganisasikan bahan bahan dan ide baru sebagai bagian yang bermakna bagi siswa.
- Belajar yang bermakna dalam masyarakat modern berarti belajar tentang proses.
Dari bukunya Freedom
To Learn, Rogers menunjukkan sejumlah prinsip-prinsip dasar humanistik
yang penting diantaranya ialah;
- Manusia itu mempunyai kemampuan belajar secara alami.
- Belajar yang signifikan terjadi apabila materi pelajaran dirasakan murid mempunyai relevansi dengan maksud-maksud sendiri.
- Belajar yang menyangkut perubahan didalam persepsi mengenai dirinya sendiri dianggap mengancam dan cenderung untuk ditolakanya.
- Tugas-tugas belajar yang mengancam diri ialah lebih mudah dirasakan dan diasimilasikan apabila ancaman-ancaman dari luar semain kecil.
- Apabila ancaman terhadap diri siswa rendah, pengalaman dapat diperoleh dengan berbagai cara yang berbeda-beda maka terjadilah proses belajar. Belajar bermakna diperoleh siswa dengan melakukannya.
- Belajar diperlancar bilamana siswa dilibatkan dalam proses belajar dan bertanggungjawab dalam proses belajar itu.
- Belajar inisiatif sendiri yang melibatkan pribadi siswa seutuhnya, baik perasaan maupun intelek merupaan cara yang dapat memberi hasil yang mendalam dan lestari.
Kepercayaan terhadap diri sendiri, kemerdekaan,
kreatifitas, lebih mudah dicapai terutama jika siswa dibiasakan untuk mawas
diri dan mengkritik dirinya sendiri dan penilaian dari orang lain merupaan cara
kedua yang penting.
- Belajar yang paling berguna secara sosial dalam dunia modern ini adalah belajar mengenai proses belajar, suatu keterbukaan yang terus menerus terhadap pengalaman dan penyatuan kedalam diri sendiri setelah mengenai proses perubahan itu.
Satu model pendidikan terbuka mencakup konsep pengajar
guru yang fasilitas dan kemampuan para guru untuk menciptakan kondisi yang
mendukung yaitu empati, penghargaan dan umpan balik positif. Ciri-ciri guru
yang fasilitatif adalah;
- Merespon perasaan siswa.
- Menggunakan ide-ide siswa untuk melaksanakan interaksi yang sudah dirancang.
- Berdialog dan berdisusi dengan siswa.
- Menghargai siswa.
- Kesesuaian antara perilaku dan perbuatan.
- Menyesuaian isi kerangka berfiir siswa (penjelasan untuk memantapkan kebutuhan segera dari siswa).
Belajar Menurut
Humanisme
Teori belajar humanisme ini memandang bahwa perilaku
manusia ditentukan oleh dirinya sendiri, oleh factor internal dirinya dan bukan
oleh kondisi lingkungan ataupun pengetahuan. Menurut teori belajar humanisme,
aktualisasi diri merupakan puncak perkembangan individu. Ia mampu mengembangkan
potensinya dan merasa dirinya utuh, bermakna dan berfungsi, kebermaknaan
perwujudan dirinya itu bahkan bukan saja dirasakan oleh dirinya sendiri, tetapi
juga oleh lingkungan sekitarnya. Teori belajar humanisme ini yakin bahwa
motivasi belajar harus datang dari dalam individu. Bahkan aliran ini
mengabaikan factor intelektual dan emosional. Menurutnya, kedua factor tersebut
tidak terlibat di dalam proses belajar.
Menurut teori ini, proses
belajar yang bermakna adalah belajar yang melibatkan pengalaman langsung,
berpikir dan merasakan, atas kehendak sendiri dan melibatkan seluruh pribadi
peserta didik. Belajar yang bermakna tidak lain adalah belajar yang
dapat memenuhi kebutuhan nyata individu.
Menurut teori humanisme, salah satu karasteristik yang
harus ada pada guru / pendidik adalah memiliki kemampuan memotivasi belajar
peserta didiknya. Selain itu guru memiliki sikap empati, terbuka, keaslian,
kekonkritan,dan kehangatan.
Sikap empati merujuk kepada sikap guru yang mamu
memposisiskan dirinya pada kerangka berpikir peserta didik sehingga guru dapat
merasakan apa yang peserta didik rasakan dan alami. Keterbukaan merujuk pada
kemampuan guru untuk membuka diri, sikap dikritik, diberi masukan, siap
dinilai, dan diberi ujian. Keaslian merujuk kepada pemampilan apa adanya dan
tidak dibuat-buat. Kekonkretan merujuk pada kejelasan dalam menyatakan
sesuatu.memberi tanggung jawab sesuai dengan kemampuan peserta didik dan
realistis. Kehangatan merujuk pada jalanan komunikasi yang secara
psikologis terasa nyaman dan aman bagi peserta didik disertai ketulusan dalam
memberikan pelayanan pendidikan.
Aplikasi dan Implikasi Humanisme
a. Guru Sebagai Fasilitator
Psikologi humanisme memberi perhatian
atas guru sebagai fasilitator.
1. Fasilitator sebaiknya
memberi perhatian kepada penciptaan suasana awal, situasi kelompok, atau
pengalaman kelas
2. Fasilitator membantu untuk
memperoleh dan memperjelas tujuan-tujuan perorangan di dalam kelas dan juga
tujuan-tujuan kelompok yang bersifat umum.
3.Dia mempercayai adanya keinginan
dari masing-masing siswa untuk melaksanakan tujuan-tujuan yang bermakna bagi
dirinya, sebagai kekuatan pendorong, yang tersembunyi di dalam belajar yang
bermakna tadi.
4. Dia mencoba mengatur
dan menyediakan sumber-sumber untuk belajar yang paling luas dan mudah
dimanfaatkan para siswa untuk membantu mencapai tujuan mereka.
5. Dia menempatkan dirinya sendiri
sebagai suatu sumber yang fleksibel untuk dapat dimanfaatkan oleh kelompok.
6. Di dalam menanggapi
ungkapan-ungkapan di dalam kelompok kelas, dan menerima baik isi yang bersifat
intelektual dan sikap-sikap perasaan dan mencoba untuk menanggapi dengan cara
yang sesuai, baik bagi individual ataupun bagi kelompok
7. Bilamana cuaca penerima
kelas telah mantap, fasilitator berangsur-sngsur dapat berperanan sebagai
seorang siswa yang turut berpartisipasi, seorang anggota kelompok, dan turut
menyatakan pendangannya sebagai seorang individu, seperti siswa yang lain.
8. Dia mengambil prakarsa untuk
ikut serta dalam kelompok, perasaannya dan juga pikirannya dengan tidak
menuntut dan juga tidak memaksakan, tetapi sebagai suatu andil secara pribadi
yang boleh saja digunakan atau ditolak oleh siswa.
Aplikasi teori humanistik lebih
menunjuk pada ruh atau spirit selama proses pembelajaran yang mewarnai
metode-metode yang diterapkan. Peran guru dalam pembelajaran humanistik adalah
menjadi fasilitator bagi para siswa sedangkan guru memberikan motivasi,
kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan siswa. Guru memfasilitasi
pengalaman belajar kepada siswa dan mendampingi siswa untuk memperoleh tujuan
pembelajaran.
Siswa berperan sebagai pelaku utama
(student center) yang memaknai proses pengalaman belajarnya sendiri. Diharapkan
siswa memahami potensi diri , mengembangkan potensi dirinya secara positif dan
meminimalkan potensi diri yang bersifat negatif.
Pembelajaran berdasarkan teori
humanisme ini cocok untuk diterpkan pada materi-materi pembelajaran yang
bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis
terhadap fenomena sosial. Indikator dari keberhasilan aplikasi ini adalah siswa
merasa senang bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjaadi perubahan pola
pikir, perilaku dan sikap atas kemauan sendiri. Siswa diharapkan menjadi
manusia yang bebas, berani, tidak terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur
pribadinya sendiri secara bertanggungjawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain
atau melanggar aturan , norma , disiplin atau etika yang berlaku.
Pada hakikatnya seorang pendidik adalah seorang fasilitator. Fasilitator baik dalam
aspek kognitif, afektif, psikomotorik, maupun konatif. Seorang pendidik hendaknya
mampu membangun suasana belajar yang kondusif untuk belajar-mandiri (self-directed learning). Ia juga
hendaknya mampu menjadikan proses pembelajaran sebagai kegiatan eksplorasi
diri. Galileo menegaskan bahwa “sebenarnya kita tidak dapat mengajarkan
apapun, kita hanya dapat membantu peserta didik untuk menemukan dirinya dan
mengaktualisasikan dirinya”. Setiap pribadi manusia memiliki
ldquo, (mutiara talenta yang tersembunyi di dalam diri), tugas pendidikan yang
sejati adalah membantu peserta didik untuk menemukan dan mengembangkannya
seoptimal mungkin.
Mendidik yang efektif pada dasarnya merupakan kemampun
seseorang yang menghadirkan diri sedemikian sehingga pendidik memiliki relasi
bermakna pendidikan dengan para peserta didik sehingga mereka mampu
menumbuhkembangkan dirinya menjadi pribadi dewasa dan matang. Pendidikan yang
efektif adalah yang berpusat pada siswa atau pendidikan bagi siswa. Dasar
pendidikannya adalah apa yang menjadi & ldquo; dunia & idquo;, minat,
dan kebutuhan-kebutuhan peserta didik. Pendidik membantu peserta didik untuk
menemukan, mengembangkan dan mencoba mempraktikkan kemampuan-kemampuan yang
mereka miliki (the learners-centered
teaching). Ciri utama pendidikan yang berpusat pada siswa adalah bahwa
pendidik menghormati, menghargai dan menerima siswa sebagaimana adanya.
Komunikasi dan relasi yang efektif sangat diperlukan dalam model pendidikan
yang berpusat pada siswa, sebab hanya dalam suasana relasi dan komunikasi yang
efektif, peserta didik akan dapat mengeksplorasi dirinya, mengembangkan dirinya
dan kemudian mem - ldquo; fungsi & idquo; -kan dirinya di dalam masyarakat
secara optimal.
Tujuan sejati dari pendidikan adalah pertumbuhan dan
perkembangan diri peserta didik secara utuh sehingga mereka menjadi pribadi
dewasa yang matang dan mapan, mampu menghadapi berbagai masalah dan konflik
dalam kehidupan sehari-hari. Agar tujuan ini dapat tercapai maka diperlukan
sistem pembelajaran dan pendidikan yang humanis serta mengembangkan cara
berpikir aktif-positif dan keterampilan yang memadai (income generating
skills). Pendidikan dan pembelajaran yang bersifat aktif-positif dan
berdasarkan pada minat dan kebutuhan siswa sangat penting untuk memperoleh
kemajuan baik dalam bidang intelektual, emosi/perasaan (EQ), afeksi maupun
keterampilan yang berguna untuk hidup praktis.
Tujuan pendidikan pada hakikatnya adalah memanusiakan
manusia muda (N. Driyarkara). Pendidikan hendaknya membantu peserta didik untuk
bertumbuh dan berkembang menjadi pribadi-pribadi yang lebih bermanusiawi
(semakin & ldquo; penuh & idquo; sebagai manusia), berguna dan berpengaruh
di dalam masyarakatnya, yang bertanggungjawab dan bersifat proaktif dan
kooperatif. Masyarakat membutuhkan pribadi-pribadi yang handal dalam bidang
akademis, keterampilan atau keahlian dan sekaligus memiliki watak atau
keutamaan yang luhur. Singkatnya pribadi yang cerdas, berkeahlian, namun tetap
humanis.
Ki Hajar Dewantara, pendidik asli Indonesia, melihat
manusia lebih pada sisi kehidupan psikologiknya. Menurutnya manusia memiliki
daya jiwa yaitu cipta, karsa dan karya. Pengembangan manusia seutuhnya menuntut
pengembangan semua daya secara seimbang. Pengembangan semua daya secara
seimbang. Pengembangan yang terlalu menitikberatkan pada satu daya saja akan
menghasilkan ketidakutuhan perkembangan sebagai manusia. Beliau mengatakan
bahwa pendidikan yang menekankan pada aspek intelektual belaka hanya akan
menjauhkan peserta didik dari masyarakatnya. Dan ternyata pendidikan sampai
sekarang ini hanya menekankan pada pengembangan daya cipta, dan kurang
memperhatikan pengembangan olah rasa dan karsa. Jika berlanjut terus akan
menjadikan manusia kurang humanis atau manusiawi. Dari titik pandang
sosio-anthropologis, kekhasan manusia yang membedakannya dengan makhluk lain
adalah bahwa manusia itu berbudaya, sedangkan makhluk lainnya tidak berbudaya.
Maka salah satu cara yang efektif untuk menjadikan manusia lebih manusiawi
adalah dengan mengembangkan kebudayaannya. Persoalannya budaya dalam masyarakat
itu berbeda-beda.
Saat ini model pendidikan yang dibutuhkan adalah model
pendidikan yang demokratis, partisipatif, dan humanis: adanya suasana saling
menghargai, adanya kebebasan berpendapat/berbicara, kebebasan mengungkapkan
gagasan, adanya keterlibatan peserta didik dalam berbagai aktivitas di sekolah,
dan kemampuan hidup bersama dengan teman yang mempunyai pandangan berbeda.
Oleh karena itu, paradigma pembelajaran dan pendidikan
seyogianya merupakan sebuah paradigma pembelajaran yang sedari tingkat
filosofis, strategi, pendekatan proses dan teknologi pembelajarannya menuju ke
arah pembebasan anak didik dengan segala eksistensinya. Dengan demikian,
menurut Azyumardi Azra yang diamini Conny C Semiawan (Kompas, 2/12/2004), baru
anak didik bisa bebas mewujudkan keseluruhan potensi dirinya.
Sistem pendidikan hendaknya berpusat pada peserta didik,
artinya kurikulum, administrasi, kegiatan ekstrakurikuler maupun
kokurikulernya, sistem pengelolaannya harus dirumuskan dan dilaksanakan demi
kepentingan peserta didik, bukan demi kepentingan guru, sekolah atau lembaga
lain. Pendidikan yang hanya memusatkan pada kepentingan kebutuhan kerja secara
sempit harus dikembalikan kepada kepentingan pertumbuhan dan perkembangan
kepribadian peserta didik secara utuh. Seperti misalnya kemampuan bernalar,
berpikir aktif-positif, kreatif, menemukan alternatif dan prosesnya menjadi
pribadi yang utuh (process of becoming). Peserta didik hendaknya benar-benar
dikembalikan sebagai subyek (dan juga obyek) pendidikan dan bukannya obyek
semata-mata.
Pembudayaan nilai kreativitas, otonomi/kemandirian, dan
relevansi pendidikan merupakan kunci rekulturasi. UNESCO merekomendasikan
pembaharuan pendidikan dan pembelajaran yang amat menunjang proses ini, pada
lima konsep pokok paradigma pembelajaran dan pendidikan, yaitu:
- Learning to know: guru hendaknya mampu menjadi fasilitator bagi peserta didiknya. Information supplier (ceramah, putar pita kaset) sudah tidak jamannya lagi. Peserta didik dimotivasi sehingga timbul kebutuhan dari dirinya sendiri untuk memperoleh informasi, keterampilan hidup (income generating skills), dan sikap tertentu yang ingin dikuasainya.
- Learning to do: peserta didik dilatih untuk secara sadar mampu melakukan suatu perbuatan atau tindakan produktif dalam ranah pengetahuan, perasaan dan penghendakan. Peserta didik dilatih untuk aktif-positif daripada aktif-negatif. Pengajaran yang hanya menekankan aspek intelektual saja sudah usang.
- Learning to live together: ini adalah tanggapan nyata terhadap arus deras spesialisme dan individualisme. Nilai baru seperti kompetisi, efisiensi, keefektifan, kecepatan, telah diterapkan secara keliru dalam dunia pendidikan. Sebagai misal, sebenarnya kompetisi hanya akan bersifat adil kalau berada dalam paying kooperatif dan didasarkan pada kesamaan kemampuan, kesempatan, lingkup, sarana, tanpa itu semua hanyalah merupakan kompetisi yang akan mengakibatkan yang “kalah” akan selalu “kalah”. Sekolah sebagai suatu masyarakat mini seharusnya mengajarkan “cooperatif learning”, kerjasama dan bersama-sama, dan bukannya pertandingan intelektualistik semata-mata, yang hanya akan menjadikan manusia pandai tetapi termakan oleh kepandaiannya sendiri dan juga membodohi orang lain.
- Learning to be: dihayati dan dikembangkan untuk memiliki rasa percaya diri yang tinggi. Setiap peserta didik memiliki harga diri berdasarkan diri yang senyatanya. Peserta didik dikondisikan dalam suasana yang dipercaya, dihargai, dan dihormati sebagai pribadi yang unik, merdeka, berkemampuan, adanya kebebasan untuk mengekspresikan diri, sehingga terus menerus dapat menemukan jati dirinya. Subyek didik diberikan suasana dan sistem yang kondusif untuk menjadi dirinya sendiri.
- Learning throughout life yaitu bahwa pembelajaran tidak dapat dibatasi oleh ruang dan waktu. Pembelajaran dan pendidikan berlangsung seumur hidup. Pelaku pendidikan formal hendaknya berorientasi pada proses dan bukan pada hasil atau produk semata.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian pembahasan, maka
dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
1. Teori belajar humanisme adalah teori belajar yang
menyatakan bahwa tujuan belajar adalah untuk memanusiakan manusia. Proses
belajar berhasil jika si pelajar telah memahami lingkungannya dan dirinya
sendiri. Tujuan utama para pendidikan ialah membantu siswa untuk mengembangkan
dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka
sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu mewujudkan potensi yang ada pada
dirinya.
2. Belajar menurut paham Humanisme adalah proses belajar
yang bermakna adalah belajar yang melibatkan pengalaman langsung, berpikir dan
merasakan, atas kehendak sendiri dan melibatkan seluruh pribadi peserta didik.
Belajar yang bermakna tidak lain adalah belajar yang dapat memenuhi kebutuhan
nyata individu
3.
Implikasi pembelajaran humnisme adala adanya sistem pendidikan yang hendaknya
berpusat pada peserta didik, artinya kurikulum, administrasi, kegiatan
ekstrakurikuler maupun kokurikulernya, sistem pengelolaannya harus dirumuskan
dan dilaksanakan demi kepentingan peserta didik, bukan demi kepentingan guru,
sekolah atau lembaga lain. Seperti misalnya kemampuan bernalar, berpikir
aktif-positif, kreatif, menemukan alternatif dan prosesnya menjadi pribadi yang
utuh (process of becoming). Peserta didik hendaknya benar-benar dikembalikan
sebagai subyek (dan juga obyek) pendidikan dan bukannya obyek semata-mata.
DAFTAR PUSTAKA
http://phyetria.guru-indonesia.net/artikel_detail-21142.html.
http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en|id&u=http://www.bibliotheque-humaniste.eu/anglais/08_huma.htm
http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en|id&u=http://www.americanhumanist.org/humanism/The_Humanist_Philosophy_in_Perspective
Tidak ada komentar:
Posting Komentar