PEMBELAJARAN YANG BERPIJAK DARI TEORI BELAJAR
BEHAVIORISTIK
1.
Pengertian
Menurut teori behavioristik, belajar
adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara
stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu apabila ia mampu
menunjukkan perubahan tingkah laku. Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk
perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku
dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon.
Menurut teori ini yang terpenting
adalah masuk atau input yang berupa stimulus dan keluaran atau output yang
berupa respon. Sedangkan apa yang terjadi di antara stimulus dan respon
dianggap tidak penting diperhatikan karena tidak bisa diamati. Faktor lain yang
juga dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan penguatan
adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respon. Bila penguatan
ditambahkan maka respon akan semakin kuat. Begitu juga bila penguatan dikurangi
respon pun akan tetap dikuatkan.
Teori ini lalu
berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah
pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai
aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang
tampak sebagai hasil belajar.
Teori behavioristik dengan model
hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu
yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan
atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan
penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Belajar merupakan akibat adanya
interaksi antara stimulus dan respon (Slavin, 2000:143). Seseorang dianggap
telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut
teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan
output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada
pebelajar, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan pebelajar terhadap
stimulus yang diberikan oleh guru tersebut.
Proses yang terjadi antara stimulus dan
respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak
dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu
apa yang diberikan oleh guru dan apa yang diterima oleh pebelajar harus dapat
diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran
merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan
tingkah laku tersebut.
Faktor lain yang dianggap penting oleh
aliran behavioristik adalah faktor penguatan. Bila penguatan ditambahkan maka respon
akan semakin kuat. Begitu pula bila respon dikurangi/dihilangkan maka respon
juga semakin kuat.
2. Analisis
Tentang Teori Behavioristik
Kaum behavioris menjelaskan bahwa
belajar sebagai suatu proses perubahan tingkah laku dimana menjadi stimulus untuk merangsang
pebelajar dalam berperilaku. Pendidik yang masih menggunakan kerangka
behavioristik biasanya merencanakan kurikulum dengan menyusun isi pengetahuan
menjadi bagian-bagian kecil yang ditandai dengan suatu keterampilan tertentu.
Kemudian, bagian-bagian tersebut disusun secara hirarki, dari yang sederhana
sampai yang komplek.
Pandangan teori behavioristik telah
cukup lama dianut oleh para pendidik. Namun dari semua teori yang ada, teori
Skinnerlah yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar
behavioristik. Program-program pembelajaran seperti Teaching Machine,
Pembelajaran berprogram, modul dan program-program pembelajaran lain yang
berpijak pada konsep hubungan stimulus-respons serta mementingkan faktor-faktor
penguat, merupakan program pembelajaran yang menerapkan teori belajar yang
dikemukakan Skiner.
Teori behavioristik banyak dikritik
karena seringkali tidak mampu menjelaskan situasi belajar yang kompleks, sebab
banyak variabel atau hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan dan/atau belajar
yang dapat diubah menjadi sekedar hubungan stimulus dan respon. Teori ini tidak
mampu menjelaskan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam hubungan
stimulus dan respon.
Pandangan behavioristik juga kurang
dapat menjelaskan adanya variasi tingkat emosi pebelajar, walaupun mereka
memiliki pengalaman penguatan yang sama. Pandangan ini tidak dapat menjelaskan
mengapa dua anak yang mempunyai kemampuan dan pengalaman penguatan yang relatif
sama, ternyata perilakunya terhadap suatu pelajaran berbeda, juga dalam memilih
tugas sangat berbeda tingkat kesulitannya.
Pandangan behavioristik hanya mengakui
adanya stimulus dan respon
yang dapat
diamati. Mereka tidak memperhatikan adanya pengaruh pikiran atau perasaan yang
mempertemukan unsur-unsur yang diamati tersebut.
Teori behavioristik juga cenderung
mengarahkan pebelajar untuk berfikir linier, konvergen, tidak kreatif dan tidak
produktif. Pandangan teori ini bahwa belajar merupakan proses pembentukan atau
shaping, yaitu membawa pebelajar menuju atau mencapai target tertentu, sehingga
menjadikan peserta didik tidak bebas berkreasi dan berimajinasi. Padahal banyak
faktor yang memengaruhi proses belajar, proses belajar tidak sekedar
pembentukan atau shaping.
Skinner dan tokoh-tokoh lain pendukung
teori behavioristik memang tidak menganjurkan digunakannya hukuman dalam
kegiatan pembelajaran. Namun apa yang mereka sebut dengan penguat negatif (negative
reinforcement) cenderung membatasi pebelajar untuk berpikir dan
berimajinasi.
Menurut Guthrie hukuman memegang
peranan penting dalam proses belajar. Namun ada beberapa alasan mengapa Skinner
tidak sependapat dengan Guthrie, yaitu:
ü
Pengaruh hukuman terhadap perubahan tingkah laku sangat
bersifat sementara;
ü
Dampak psikologis yang buruk mungkin akan terkondisi
(menjadi bagian dari jiwa si terhukum) bila hukuman berlangsung lama;
ü
Hukuman yang mendorong si terhukum untuk mencari cara
lain (meskipun salah dan buruk) agar ia terbebas dari hukuman. Dengan kata
lain, hukuman dapat mendorong si terhukum melakukan hal-hal lain yang
kadangkala lebih buruk daripada kesalahan yang diperbuatnya.
Skinner lebih percaya kepada apa yang
disebut sebagai penguat negatif. Penguat negatif tidak sama dengan hukuman.
Ketidaksamaannya terletak pada bila hukuman harus diberikan agar respon yang
muncul berbeda dengan respon yang sudah ada, sedangkan penguat negatif harus
dikurangi agar respon yang sama menjadi semakin kuat. Misalnya, seorang
pebelajar perlu dihukum karena melakukan kesalahan. Jika pebelajar tersebut
masih saja melakukan kesalahan, maka hukuman harus ditambahkan.
Tetapi jika sesuatu tidak mengenakkan
pebelajar (sehingga ia melakukan kesalahan) dikurangi (bukan malah ditambah)
dan pengurangan ini mendorong pebelajar untuk memperbaiki kesalahannya, maka
inilah yang disebut penguatan negatif. Lawan dari penguatan negatif adalah
penguatan positif. Keduanya bertujuan untuk memperkuat respon. Namun bedanya
adalah penguat positif menambah, sedangkan penguat negatif adalah mengurangi
agar memperkuat respons.
3.
Aplikasi Teori Behavioristik dalam Pembelajaran
Aliran psikologi belajar yang sangat
besar pengaruhnya terhadap arah pengembangan teori dan praktik pendidikan dan
pembelajaran hingga kini adalah aliran behavioristik. Aliran ini menekankan
pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori
behavioristik dengan model hubungan stimulus responnya, mendudukkan orang yang
belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan
menggunakan metode drill atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin
kuat bila diberikan reinforcement dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Aplikasi teori behavioristik dalam
kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti: tujuan
pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik pebelajar, media dan
fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan berpijak pada
teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap,
tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar
adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan
ke orang yang belajar atau pebelajar.
Fungsi mind atau pikiran adalah untuk
menjiplak struktur pengetahuan yag sudah ada melalui proses berpikir yang dapat
dianalisis dan dipilah, sehingga makna yang dihasilkan dari proses berpikir
seperti ini ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan tersebut.
Pebelajar diharapkan akan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan
yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar atau guru itulah yang
harus dipahami oleh murid.
Demikian halnya dalam pembelajaran,
pebelajar dianggap sebagai objek pasif yang selalu membutuhkan motivasi dan
penguatan dari pendidik. Oleh karena itu, para pendidik mengembangkan kurikulum
yang terstruktur dengan menggunakan standar-standar tertentu dalam proses
pembelajaran yang harus dicapai oleh para pebelajar. Begitu juga dalam proses
evaluasi belajar pebelajar diukur hanya pada hal-hal yang nyata dan dapat
diamati sehingga hal-hal yang bersifat tidak teramati kurang dijangkau dalam
proses evaluasi.
Implikasi dari teori behavioristik
dalam proses pembelajaran dirasakan kurang memberikan ruang gerak yang bebas
bagi pebelajar untuk berkreasi, bereksperimentasi dan mengembangkan
kemampuannya sendiri. Karena sistem pembelajaran tersebut bersifat
otomatis-mekanis dalam menghubungkan stimulus dan respon sehingga terkesan
seperti kinerja mesin atau robot. Akibatnya pebelajar kurang mampu untuk
berkembang sesuai dengan potensi yang ada pada diri mereka.
Karena teori behavioristik memandang
bahwa pengetahuan telah terstruktur rapi dan teratur, maka pebelajar atau orang
yang belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan
terlebih dulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat esensial
dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan
disiplin. Kegagalan atau ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan
dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum dan keberhasilan belajar
atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas diberi hadiah.
Demikian juga, ketaatan pada aturan dipandang sebagai penentu keberhasilan
belajar. Pebelajar atau peserta didik adalah objek yang berperilaku sesuai
dengan aturan, sehingga kontrol belajar harus dipegang oleh sistem yang berada
di luar diri pebelajar.
Tujuan pembelajaran menurut teori
behavioristik ditekankan pada penambahan pengetahuan, sedangkan belajar sebagi
aktivitas yang menuntut pebelajar untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang
sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes. Penyajian isi atau
materi pelajaran menekankan pada ketrampian yang terisolasi atau akumulasi
fakta mengikuti urutan dari bagian ke keseluruhan. Pembelajaran mengikuti
urutan kurikulum secara ketat, sehingga aktivitas belajar lebih banyak
didasarkan pada buku teks/buku wajib dengan penekanan pada ketrampilan
mengungkapkan kembali isi buku teks/buku wajib tersebut. Pembelajaran dan
evaluasi menekankan pada hasil belajar.
Evaluasi menekankan pada respon pasif,
ketrampilan secara terpisah, dan biasanya menggunakan paper and pencil test.
Evaluasi hasil belajar menuntut jawaban yang benar. Maksudnya bila pebelajar
menjawab secara “benar” sesuai dengan keinginan guru, hal ini menunjukkan bahwa
pebelajar telah menyelesaikan tugas belajarnya. Evaluasi belajar dipandang
sebagi bagian yang terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan biasanya dilakukan
setelah selesai kegiatan pembelajaran. Teori ini menekankan evaluasi pada
kemampuan pebelajar secara individual.
4.
Kelemahan dan kelebihan teori
belajar
Teori behavioristik sering kali
tidak mampu menjelaskan situasi belajar yang kompleks, sebab banyak variabel
atau hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan dan atau belajar yang tidak dapat
diubah menjadi sekedar hubungan stimulus dan respon. Teori ini tidak mampu
menjelaskan alasan-alasan yang mengacaukan hubungan antara stimulus dan respon
ini dan tidak dapat menjawab hal-hal yang menyebabkan terjadinya penyimpangan
antara stimulus yang diberikan dengan responnya.
Namun kelebihan dari teori ini cenderung mengarahkan siswa untuk berfikir linier, konvergen, tidak kreatif dan tidak produktif. Pandangan teori ini bahwa belajar merupakan proses pembentukan atau shapping yaitu membawa siswa menuju atau mencapai target tertentu, sehingga menjadikan peserta didik untuk tidak bebas berkreasi dan berimajinasi.
Namun kelebihan dari teori ini cenderung mengarahkan siswa untuk berfikir linier, konvergen, tidak kreatif dan tidak produktif. Pandangan teori ini bahwa belajar merupakan proses pembentukan atau shapping yaitu membawa siswa menuju atau mencapai target tertentu, sehingga menjadikan peserta didik untuk tidak bebas berkreasi dan berimajinasi.
5.
Aplikasi Dasar
Aplikasi teori ini dalam
pembelajaran, bahwa kegiatan belajar ditekankan sebagai aktivitas yang menuntut
siswa untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari. Penyajian
materi pelajaran mengikuti urutan dari bagian-bagian ke keseluruhan.
Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil, dan evaluasi menuntut satu
jawaban benar. Jawabanyang benar menunjukkan bahwa siswa telah menyelesaikan
tugas belajarnya.
6.
Teori-teori belajar psikologi
behavioristik
Psikologi aliran behavioristik mulai
mengalami pengembangan dengan lahirnya teori-teori tentang belajar dipelopori
oleh Thorndike, Pavlov, Watson, dan Gunthrie. Mereka berpendapat bahwa tingkah
laku manusia itu dikendalikakan oleh ganjaran atau penguatan dari lingkungan.
Dengan demikian dalam tingkah laku belajar terdapat jalinan yang sangat erat
antara reaksi-reaksi behavioral dengan stimulasintya.
Para guru sekolah yang menganut
pandangan ini berpendapat bahwa tingkah laku murid-murid merupakan
reaksi-reaksi terhadap lingkungan mereka pada masa lalu dan masa sekarang, dan
bahwa semua tingkah laku adalah hasil belajar. Kita dapat menganalisa kejadian
tingkah laku dengan jalan mempelajari latar belakang penguatan pada tingkah
laku tersebut.
6.1.Connectism Theory
Teori belajar ini dikemukakan oleh
Edward Thorndrik (1874-1949) yang kemudian berpengaruh pada pendidikan dan
pengajaran di Amerika Serikat. Thorndike berpendapat bahwa belajar merupakan
proses pembentukan koneksi-koneksi antara stimulus dan respon. Teori ini sering
pula disebut individu yang belajar melakukan kegiatan melalui proses dalam
rangka memilih respon yang tepat bagi stimulus tertentu. Ada beberapa
hukum-hukum dalam teori menurut Thorndike dalam hasil penelitiannya, yaitu:
a.Law
of Readiness : Hukum ini berpendapat bahwa reaksi terhadap stimulus didukung
oleh kesiapan untuk bertindak atau bereaksi itu, maka reaksi menjadi memuaskan.
b.Law
of Exercise : Hukum ini berpendapat bahwa makin banyak dipraktekan atau
digunakannya hubungan stimulus atau respon, maka makin kuat hubungan itu. Praktek
perlu disertai “reward”
c.Law
of Effect : Hukum ini berpendapat, bilamana terjadi hubungan antara stimulus
dan respon, dan dibarengi oleh “State of Affairs” yang memuaskan, maka hubungan
itu akan menjadi lebih kuat. Bilamana hubungan dibarengi “State of Affairs”
yang mengganggu, maka kekuatan hubungan menjadi kurang.
Ada beberapa ciri-ciri belajar dengan menggunakan “Trial and
Error”, yaitu:
1. ada motif pendorong aktifitas;
2. Ada berbagai respon terhadap
situasi;
3. ada eliminasi respon-respon yag
gagal atau salah ; dan
4. ada kemajuan reaksi-reaksi mencapai
tujuan.
6.2.Conditioning Theory
Teori ini dikemukakan dan
dikembangkan pertama kali oleh John B. Watson di AS (1878-1958). Watson
berpendapat bahwa belajar merupakan proses terjadinya refleks- refleks atau
respon-respon bersyarat melalui stimulus penganti.
Menurut Watson, manusia dilahirkan
dengan refleks dan reaksi-reaksi emosional berupa takut, cinta, dan marah.
Semua tingkah laku lainya terbentuk oleh hubungan-hubungan stimulus dan respon
yang baru melalui “conditioning”.
Salah satu percobaan yang terkenal
adalah percobaan terhadap anak umur 11 tahun “Albert” dengan seekor tikus
putih. Percobaan itu memiliki kesimpulan I bahwa rasa takut dapat timbul tanpa
dipelajari dengan proses ekstinksi, dengan mengulang stimulus bersyarat tanpa
dibarengi stimulus tak bersyarat.
7.
Teori-teori belajar Psikologi
Kognitif
Psikologi kognitif mulai berkembang
dengan lahirnya teori belajar “Gestalt”. Peletak dasar teori ini adalah Max
Wertheimer (1880-1943) di Austria yang meneliti tentang pengaamatan dan problem
solving. Sumbangan ini diikuti oleh Kurt Koffka (1886-1941) yang menguraikan
secara terperinci tentang hukum-hukum pengamatan; kemudian Wolfgang Kohler
(1887-1959) yang meneliti tentang “insight’ pada simpanse.
Kaum gestaltis berpendapat bahwa
pengalaman itu berstruktur yang terbentuk dalam satu keseluuhan. Orang yang
belajar, mengamati stimulus dalam keseluruhan yang terorganisir, bukan dalam
bagian-bagian yang terpisah. Dalam situasi belajar, seseorang terlibat langsung
dalam situasi itu dan memperoleh “Insight” untuk pemecahan masalah. Suatu
konsep yang penting dalam psikologi gestalt adalah tentang “insight”, yaitu
pengamatan atau pemahaman mendadak terhadap hubungan-hubungan antar
bagian-bagian di dalam situasi pemasalahan
7.1. Teori belajar “Cognitif-field”
Teori ini dikembangkan oleh Kurt
Lewin (1892-1947) dengan menaruh perhatian pada kepribadian dan psikologi
sosial. Lewin memandang bahwa masing-masing individu berada di dalam suatu
medan kekuatan, yang bersifat psikologis.
Lewin berpendapat bahwa tingkah laku
merupakan hasil tindakan antar kekuatan-kekuatan, baik yang dari dalam diri
individu seperti; tujuan, kebutuhan, tekanan kejiwaan maupun dari luar diri
individu, seperti; tantangan dan permasalahan.
Menurut Lewin belajar berlangsung
sebagai akibat dari perubahan dalam struktur kognitif yang dihasilkan dari dua
macam kekuatan, satu dari strukrtur medan kognisi itu sendiri dan dari
kebutuhan dan motivasi internal individu.
7.2.Teori belajar discovery learning
Teori ini dikemukakan oleh Jerome
Bruner (1993) yang ditulisnya dalam sebuah buku yang berjudul “Process of
Education”. Teori ini mempunyai dasar ide bahwa anak harus berperan secara
aktif dalam belajar di kelas, dimana anak atau murid harus mampu mengorganisir
bahan yang dipelajari dengan suatu bentuk akhir. Prosedur ini berbeda dengan
“reception learning” atau “expository teaching”, dimana guru menerangkan semua
bahan atau informasi itu.
Di dalam buku itu Bruner melaporkan
suatu hasil dari konferensi diantara para ahli Science (ilmu pengetahuan alam.
Dalam hal ini ia mengemukakan pendapat bahwa mata pelajaran dapat diajarkan
secara efektif dalam bentuk intelektual yang sesuai dengan tingkat perkembangan
anak. Pada tingkat permulaan pengajaran hendaknya dapat diberikan melalui
cara-cara yang bermakna, dan makin meningkat kea rah yang abstrak. Salah satu
cara program pengajaran yang efektif menurut Bruner, ialah dengan
mengkoordinasikan mode penyajian bahan dengan cara dimana anak itu dapat
mempelajari bahan itu, yang sesuai dengan tingkat kemajuan anak.
Tingkat-tingkat kemajuan anak
dimulai dari tingkat representasi sensory ke representasi concrit dan akhirnya
ke tingkat representasi yang abstrak. Demikian juga dalam penyusunan kurikulum
dari satu mata pelajaran, harus ditentukan oleh pengertian yang sangat
fundamental bahwa hal itu dapat dicapai berdasarkan prinsip-prinsip yang
memberikan struktur bagi mata pelajaran itu.
Maka dalam mengajar, murid harus
mempelajari prinsip-prinsip itu sehingga terbentuklah suatu disiplin dalam diri
mereka. Sebalaiknya, seorang guru juga harus mampu memberian kesempatan kepada
muridnya untuk menjadi seorang problem solving, seorang scientis, historin
ataupun ahli matematika. Biarlah murid-murid tersebut mencari dan menemukan
arti bagi diri mereka sendiri sehingga pada akhirnya memungkinkan mereka utuk
mempelajari konsep-konsep di dalam bahasa yang mudah di mengerti oleh mereka.
8.
Perbedaan Antara teori belajar
Behaviouristik dengan teori belajar Kognitif
Dari beberapa penjelasan teori
belajar di atas, baik dari aliran behaviouristik maupun dari aliran kognitif
(gestalt), dapat kita tarik suatu perbedaan yang mendasar, yaitu dimana para
ahli psikologi behaviouristik lebih menitikberatkan proses hubungan “Stimulus-respon-reinforcment”
sebagai bagian terpenting dalam belajar.
Pendapat tersebut di tentang oleh
para ahli psikologi kognitif, menurut mereka tingkah laku atau belajar
seseorang senantiasa didasari pada kondisi kognisi, yaitu tindakan mengenal
atau memikirkan situasi dimana tingah laku itu terjadi. Jadi mereka
berpandangan bahwa tingkah lakuseseorang bergantung pada “Insight” daripada
“Trial and error” terhadap hubungan-hubungan yang ada di dalam suatu situasi.
Orang yang belajar, menurut ahli kognitf lebih mengamati stimuli dalam
keseluruhan yang terorganisir, bukan dalam bagian-bagian yag terpisah.
9.
Analisis Tentang Teori Behavioristik
Kaum behavioris menjelaskan bahwa
belajar sebagai suatu proses perubahan tingkah laku dimana reinforcement dan
punishment menjadi stimulus untuk merangsang siswa dalam berperilaku. Pendidik
yang masih menggunakan kerangka behavioristik biasanya merencanakan kurikulum
dengan menyusun isi pengetahuan menjadi bagian-bagian kecil yang ditandai
dengan suatu keterampilan tertentu. Kemudian, bagian-bagian tersebut disusun
secara hirarki, dari yang sederhana sampai yang komplek (Paul, 1997)
Pandangan teori behavioristik telah
cukup lama dianut oleh para pendidik. Namun dari semua teori yang ada, teori
Skinnerlah yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar
behavioristik. Program-program pembelajaran seperti Teaching Machine,
Pembelajaran berprogram, modul dan program-program pembelajaran lain yang
berpijak pada konsep hubungan stimulus-respons serta mementingkan faktor-faktor
penguat, merupakan program pembelajaran yang menerapkan teori belajar yang
dikemukakan Skiner.
Teori behavioristik banyak dikritik
karena seringkali tidak mampu menjelaskan situasi belajar yang kompleks, sebab
banyak variabel atau hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan dan/atau belajar
yang dapat diubah menjadi sekedar hubungan stimulus dan respon. Teori ini tidak
mampu menjelaskan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam hubungan
stimulus dan respon.
Pandangan behavioristik juga kurang
dapat menjelaskan adanya variasi tingkat emosi siswa, walaupun mereka memiliki
pengalaman penguatan yang sama. Pandangan ini tidak dapat menjelaskan mengapa
dua anak yang mempunyai kemampuan dan pengalaman penguatan yang relatif sama,
ternyata perilakunya terhadap suatu pelajaran berbeda, juga dalam memilih tugas
sangat berbeda tingkat kesulitannya. Pandangan behavioristik hanya mengakui
adanya stimulus dan respon yang dapat diamati. Mereka tidak memperhatikan
adanya pengaruh pikiran atau perasaan yang mempertemukan unsur-unsur yang
diamati tersebut.
Teori behavioristik juga cenderung
mengarahkan siswa untuk berfikir linier, konvergen, tidak kreatif dan tidak
produktif. Pandangan teori ini bahwa belajar merupakan proses pembentukan atau
shaping, yaitu membawa siswa menuju atau mencapai target tertentu, sehingga
menjadikan peserta didik untuk tidak bebas berkreasi dan berimajinasi. Padahal
banyak faktor yang berpengaruh yang mempengaruhi proses belajar. Jadi teori
belajar tidak sesederhana yang dilukiskan teori behavioristik.
Skinner dan tokoh-tokoh lain
pendukung teori behavioristik memang tidak menganjurkan digunakannya hukuman
dalam kegiatan pembelajaran. Namun apa yang mereka sebut dengan penguat negatif
cenderung membatasi siswa untuk berpikir dan berimajinasi.
Menurut Guthrie hukuman memegang peranan penting
dalam proses belajar. Namun ada beberapa alasan mengapa Skinner tidak
sependapat dengan Guthrie, yaitu:
1) Pengaruh hukuman terhadap perubahan tingkah laku sangat bersifat sementara.
2) Dampak psikologis yang buruk mungkin akan terkondisi (menjadi bagian dari jiwa si terhukum) bila hukuman berlangsung lama.
3)
Hukuman yang mendorong si terhukum untuk mencari cara lain (meskipun salah dan
buruk) agar ia terbebas dari hukuman.
Dengan
kata lain, hukuman dapat mendorong si terhukum melakukan hal-hal lain yang
kadangkala lebih buruk daripada kesalahan yang diperbuatnya.
Skinner lebih percaya kepada apa
yang disebut sebagai penguat negatif. Penguat negatif tidak sama dengan
hukuman. Ketidaksamaannya terletak pada bila hukuman harus diberikan agar
respon yang muncul berbeda dengan respon yang sudah ada, sedangkan penguat
negative harus dikurangi agar respon yang sama menjadi semakin kuat. Misalnya,
seorang siswa perlu dihukum karena melakukan kesalahan. Jika siswa tersebut
masih saja melakukan kesalahan, maka hukuman harus ditambahkan.
Tetapi jika sesuatu tidak
mengenakkan siswa (sehingga ia melakukan kesalahan) dikurangi (bukan malah
ditambah) dan pengurangan ini mendorong siswa untuk memperbaiki kesalahannya,
maka inilah yang disebut penguatan negatif. Lawan dari penguatan negatif adalah
penguatan positif. Keduanya bertujuan untuk memperkuat respon.
Namun bedanya adalah penguat positif
menambah, sedangkan penguat negatif adalah mengurangi agar memperkuat respons.
10.
Aplikasi Teori Behavioristik dalam
Kegiatan Pembelajaran
Aliran psikologi belajar yang sangat
besar mempengaruhi arah pengembangan teori dan praktek pendidikan dan
pembelajaran hingga kini adalah aliran behavioristik. Aliran ini menekankan
pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik
dengan model hubungan stimulus responnya, mendudukkan orang yang belajar
sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan
metode drill atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila
diberikan reinforcement dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Istilah-istilah seperti hubungan
stimulus respon, individu atau siswa pasif, perilaku sebagai hasil yang tampak,
pembentukan perilaku dengan penataan kondisi secara ketat, reinforcement dan
hukuman, ini semua merupakan unsur-unsur yang sangat penting dalam teori
behavioristik. Teori ini hingga sekarang masih merajai praktek pembelajaran di
Indonesia. Hal ini tampak dengan jelas pada penyelenggaraan pembelajaran dari
tingkat yang paling dini, seperti kelompok bermain, Taman Kanak-Kanak, Sekolah
Dasar, Sekolah Menengah, bahkan sampai Perguruan Tinggi, pembentukan perilaku
dengan cara pembiasaan disertai dengan reinforcement atau hukuman masih sering
dilakukan.
Aplikasi teori behavioristik dalam
kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti: tujuan
pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik siswa, media dan fasilitas
pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan berpijak pada teori
behvioristik memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak
berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah
perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan ke
orang yang belajar atau siswa. Fungsi mind atau pikiran adalah untuk menjiplak
struktur pengetahuan yag sudah ada melalui proses berpikir yang dapat
dianalisis dan dipilah, sehingga makna yang dihasilkan dari proses berpikir
seperti ini ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan tersebut.
Demikian halnya dalam proses belajar
mengajar, siswa dianggap sebagai objek pasif yang selalu membutuhkan motivasi
dan penguatan dari pendidik. Oleh karena itu, para pendidik mengembangkan
kurikulum yang terstruktur dengan menggunakan standart-standart tertentu dalam
proses pembelajaran yang harus dicapai oleh para siswa. Begitu juga dalam
proses evaluasi belajar siswa diukur hanya pada hal-hal yang nyata dan dapat
diamati sehingga hal-hal yang bersifat unobservable kurang dijangkau dalam
proses evaluasi.
Implikasi dari teori behavioristik
dalam proses pembelajaran dirasakan kurang memberikan ruang gerak yang bebas
bagi siswa untuk berkreasi, bereksperimentasi dan mengembangkan kemampuannya
sendiri. Karena sistem pembelajaran tersebut bersifat otomatis-mekanis dalam
menghubungkan stimulus dan respon sehingga terkesan seperti kinerja mesin atau
robot. Akibatnya siswa kurang mampu untuk berkembang sesuai dengan potensi yang
ada pada diri mereka.
Karena teori behavioristik memandang
bahwa sebagai pengetahuan telah terstruktur rapi dan teratur, maka siswa atau
orang yang belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan
ditetapkan terlebih dulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat
esensial dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan
penegakan disiplin. Kegagalan atau ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan
dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum dan keberhasilan belajar
atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas diberi hadiah.
Demikian juga, ketaatan pada aturan dipandang sebagai penentu keberhasilan
belajar. Siswa atau peserta didik adalah objek yang berperilaku sesuai dengan
aturan, sehingga kontrol belajar harus dipegang oleh sistem yang berada di luar
diri siswa.
Tujuan pembelajaran menurut teori
behavioristik ditekankan pada penambahan pengetahuan, sedangkan belajar sebagi
aktivitas “mimetic”, yang menuntut siswa untuk mengungkapkan kembali
pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes.
Penyajian isi atau materi pelajaran menekankan pada ketrampian yang terisolasi
atau akumulasi fakta mengikuti urutan dari bagian ke keseluruhan. Pembelajaran
mengikuti urutan kurikulum secara ketat, sehingga aktivitas belajar lebih
banyak didasarkan pada buku teks/buku wajib dengan penekanan pada ketrampilan
mengungkapkan kembali isi buku teks/buku wajib tersebut. Pembelajaran dan
evaluasi menekankan pada hasil belajar.
Evaluasi menekankan pada respon
pasif, ketrampilan secara terpisah, dan biasanya menggunakan paper and pencil
test. Evaluasi hasil belajar menuntut jawaban yang benar. Maksudnya bila siswa
menjawab secara “benar” sesuai dengan keinginan guru, hal ini menunjukkan bahwa
siswa telah menyelesaikan tugas belajarnya. Evaluasi belajar dipandang sebagi
bagian yang terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan biasanya dilakukan setelah
selesai kegiatan pembelajaran. Teori ini menekankan evaluasi pada kemampuan
siswa secara individual (Degeng, 2006).
11.
Teori-Teori Belajar
Dalam teori behavioristik, belajar
adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara
stimulus dan respon. Berikut adalah teori – teori belajar :
ü Teori Belajar
Menurut Watson
Watson mendefinisikan belajar sebagai
proses interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus dan respon yang
dimaksud harus dapat diamati dan dapat diukur. Jadi walaupun dia mengakui
adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar,
namun dia menganggap faktor tersebut sebagai hal yang tidak perlu
diperhitungkan karena tidak dapat diamati.
Watson adalah seorang behavioris murni,
karena kajiannya tentang belajar disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain seperi Fisika atau Biologi yang sangat
berorientasi pada pengalaman empirik semata, yaitu sejauh mana dapat diamati
dan diukur.
ü
Teori Belajar Menurut Clark Hull
Clark Hull juga menggunakan variabel
hubungan antara stimulus dan respon untuk menjelaskan pengertian belajar. Namun
dia sangat terpengaruh oleh teori evolusi Charles Darwin. Bagi Hull,
seperti halnya teori evolusi, semua fungsi tingkah laku bermanfaat terutama
untuk menjaga agar organisme tetap bertahan hidup. Oleh sebab itu Hull
mengatakan kebutuhan biologis dan pemuasan kebutuhan biologis adalah penting dan menempati posisi
sentral dalam seluruh kegiatan manusia, sehingga stimulus dalam belajarpun
hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun respon yang akan
muncul mungkin dapat berwujud macam-macam. Penguatan tingkah laku juga masuk
dalam teori ini, tetapi juga dikaitkan dengan kondisi biologis (Bell, Gredler,
1991).
ü
Teori Belajar Menurut Edwin Guthrie
Azas belajar Guthrie yang utama adalah
hukum kontiguiti. Yaitu gabungan stimulus-stimulus yang disertai suatu gerakan,
pada waktu timbul kembali cenderung akan diikuti oleh gerakan yang sama (Bell,
Gredler, 1991). Guthrie juga menggunakan variabel hubungan stimulus dan respon
untuk menjelaskan terjadinya proses belajar. Belajar terjadi karena gerakan
terakhir yang dilakukan mengubah situasi stimulus sedangkan tidak ada respon
lain yang dapat terjadi. Penguatan sekedar hanya melindungi hasil belajar yang
baru agar tidak hilang dengan jalan mencegah perolehan respon yang baru.
Hubungan antara stimulus dan respon
bersifat sementara, oleh karena dalam kegiatan belajar peserta didik perlu sesering
mungkin diberi stimulus agar hubungan stimulus dan respon bersifat lebih kuat
dan menetap. Guthrie juga percaya bahwa hukuman memegang peranan penting dalam
proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu mengubah
tingkah laku seseorang.
Saran utama
dari teori ini adalah guru harus dapat mengasosiasi stimulus respon secara
tepat. Pebelajar harus dibimbing melakukan apa yang harus dipelajari.
ü Teori Belajar
Menurut Skinner
Konsep-konsep yang dikemukanan Skinner
tentang belajar lebih mengungguli konsep para tokoh sebelumnya. Ia mampu
menjelaskan konsep belajar secara sederhana, namun lebih komprehensif. Menurut Skinner hubungan antara
stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi dengan lingkungannya, yang kemudian
menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana yang dikemukakan oleh
tokoh tokoh sebelumnya.
Menurutnya respon yang diterima
seseorang tidak sesederhana itu, karena stimulus-stimulus yang diberikan akan
saling berinteraksi dan interaksi antar stimulus itu akan memengaruhi respon
yang dihasilkan. Respon yang diberikan ini memiliki konsekuensi-konsekuensi.
Konsekuensi-konsekuensi inilah yang
nantinya memengaruhi munculnya perilaku. Oleh karena itu dalam memahami tingkah
laku seseorang secara benar harus memahami hubungan antara stimulus yang satu
dengan lainnya, serta memahami konsep yang mungkin dimunculkan dan berbagai
konsekuensi yang mungkin timbul akibat respon tersebut.
Skinner juga mengemukakan bahwa dengan
menggunakan perubahan-perubahan mental sebagai alat untuk menjelaskan tingkah
laku hanya akan menambah rumitnya masalah. Sebab setiap alat yang digunakan
perlu penjelasan lagi, demikian seterusnya.
KESIMPULAN
Berdasarkan
pemaparan diatas, dapat disimpulkan bahwa belajar menurut teori Behavioristik
merupakan perubahan tingkah laku sebagai akibatdari adanya interaksi antara
stimulus dan respon. Sedangkan apa yang terjadi di antara stimulus dan respon
dianggap tidak penting diperhatikan karena tidak bisa diamati. Faktor lain yang
juga dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan
(reinforcement) penguatan adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya
respon.
Demikianlah beberapa pandangan
tentang teori behavioristik, dari pemaparan di atas dapat di ambil kesimpulan
bahwa dalam teori behavioristik faktor lingkungan sangat penting perananya
dalam proses pembelajaran, disamping itu teori ini juga mengutamakan mekanisme
terbentuknya hasil belajar melalui prosedur stimulus respon.
Sebagai konsekuensi dari teori ini
adalah para guru yang menggunakan paradigma behaviorisme akan menyusun bahan
pelajaran dalam bentuk yang sudah siap, sehingga tujuan pembelajaran yang harus
dikuasai siswa disampaikan secara utuh oleh guru.
DAFTAR PUSTAKA
http://id.wikipedia.org/wiki/Teori_Belajar_Behavioristik
http://fisika79.wordpress.com/2011/07/08/teori-belajar-behavioristik/
http://id.wikipedia.org/wiki/Teori_Belajar_Behavioristik
http://fuadmje.wordpress.com/2011/11/05/aplikasi-teori-behavioristik-dalam-proses-belajar-mengajar/
http://id.wikipedia.org/wiki/Teori_Belajar_Behavioristik#Aplikasi_Teori_Behavioristik_dalam_Pembelajaran
Tidak ada komentar:
Posting Komentar